BECAUSE I LOVE YOU part 10
Konferensi
press yang diadakan untuk Anjali gagal dan menimbulkan kekacauan di kerajaan
India. Berita tentang ibunda dari calon istri Putra Mahkota Kerajaan India
adalah seorang wanita panggilan kelas atas headline Koran-koran dan dan
televisi nasional dan Internasional. Sebagian rakyat India menghujat dan
sebagian mendukung Anjali karena yakin walaupun ibunya seorang pelacur, anjali
tidak mengikuti jejak ibunya.
Seluruh warga Istana Shock dan
manjadi topic utama gossip mereka. Ratu Nandini dan Putri Seeta juga terlihat
sangat shock.
“Rahul, mengapa semua ini terjadi?
Mengapa kau jatuh cinta pada putri seorang wanita panggilan? Dia tidak pantas
untuk kam?” Ujar Putri Seeta emosi
“Cinta itu tanpa syarat, Ibu. Aku
mencintai Anjali. Dan ketika aku mencintainyaa
aku tidak memberikan syarat bahwa dia haruslah keturunan orang
baik-baik, kaya, atauoun yang lain. Lalu, jika pada akhirnya aku tahu bahwa
ibunya adalah seorang wanita panggilan, haruskah aku berhenti mencintainya
karena dia tidak pantas untukku yang seorang putra mahkota kerajaan ini?”
“Mengapa kau tidak member tahu kami.
Setidaknya kami bisa meminimalisir semua ini?”
“Apakah Raja yash tidak memberi tahu
anda sebelum membawa Anjali ke istana ini?”
“Jadi, Raja Yash sudah tahu tentang
ini.”
“Dia adalah seorang Raja, Ibu.
Informasi apa yang tidak bisa ia dapatkan. Bahkan seblum aku mencritakan
tentang cintaku pada Anjali. Raja yash sudah menegtahui semuanya.”
Ketiganya diam sibuk dengan pikiran
masing-masing.
“Sekarang, penderitaan gadis yang
aku cintai bertambah, Ibu. Aku sudah kehilangan senyumnya dan sekarnag aku juga
harus melihat air matanya.” Ucap Rahul seraya pergi meninggalkan kedua ibunya
yang terpaku.
@@@
Beberapa hari setelahnya, berita
tentang Anjali tak kunjung mereda. Bahkan semakin menjadi-jadi sampai-sampai
menyangkut hal-ikhwal darimana sumber dana yang menyokong Anjali bisa
melanjutkan kuliah di universitas Harvard. Intimidasi terhadap rencana
pertunangan Anjali dan Rahul semakin meningkat. Hal itu menjadikan Anjali
smakin terpojok dan tertekan.
“Pangeran…” sapa Kiran kepada Rahul
yang baru saja selesai rapat yang membahas tentang berita Anjali dengan kepala
komunikasi dan informasi . Kiran terlihat panic.
“Ada apa, Kiran.”
“Nona Anjali…”
“Ada apa dengan dia?” Rahul mulai
panic.
“Dari kemarin, Nona Anjali tidak
keluar kamar. Beliau tidak makan-tidak minum bahakan beliau mengunci pintu dan
tidak mengizinkan saya masuk. Beliau hanya manangis saja. Dan tadi saya tidak
mendengar lagi isakan tangis Nona anjali. Saya takut terjadi apa-apa dengan
beliau, Pangeran.”
“Kenapa baru sekarang kau
mengatakannya?”
“Maaf, Pangeran. Saya takut
mengganggu anda. dan kalau saya meminta emergency card pada kepala rumah tangga
istana, saya takut menanmbah kekacauan di Istana. Sekali lagi saya mohon maaf,
Pangeran.” sesal Kiran.
@@@
Rahul menempelkan telapak tangannya
di screen dan beberapa detik kemudian pintu terbuka.
“Anjali…” Rahul melihat anjali
terkapar di lantai.
Rahul yang panik segera berlari dan
mengangkat badan Anjali ke kasur.
“Kiran, segera panggilkan dokter
istana! dan juga Rahsiakan ini semua dari penghuni istana termasuk kepada raja
dan ratu” perintah Rahul pada Kiran yang juga panik. Rahul menyelimuti Anjali
dan erapikan rambut Anjali yang menutupi wajahnya. Dari sudut matanya terlihat
tangan kanan anjali sedanng menggenggam sesuatu. dengan hati-hati rahul membuka
genggaman anjali dan menemukan sebuah foto yamg sudah lusuh. Rahul membuka foto
itu, Dia kaget melihat siapa sosok dlama foto tersebut.
“Namanya Aryaan, Rajkumaar.” Ujar
Kiran tiba- tiba. ”Nona Anjali serring menangis di depan foto itu bahkan sering
mengigau namanya dalam tidur.”Lanjut Kiran. Rahul tak merespon. Dia langsung
meletakkan selembar foto itu di laci samping tempat tidur anjali bersamaan
dengan datang nya dokter istana dan seorang perawat.
@@@
Sampai malam, tidak ada tanda-tanda
anjali akan sadar dari pingsannya. Segala macam alat bantu sudah terpasang di
tubuh anjali namun tetap saja anjali tidak sadar. Wajah Rahul tak bisa
menyembunyikan kekhawatirannya dan kegelisahnya.
Dokter Javed yang sudah menjadi
dokter istana sebelum Rahul lahir menyadari kegelisahan yang dirasakan oleh
calon rajanya itu.
“mengapa anjali belum sadarkan diri
juga, dokter.” Tanya rahul membuka suara setelah Kiran dan para perawat
meninggalakn ruangan.
Dokter javed menhembuskan napas
lembut. Ia menatap Rahul yang sedari tadi tak pernah melepaskan pandangnnya
dari Anjali.
“Secara medis, seharusnya Anjali
sudah sadarkan diri. Namun, ada hal lain yang bisa saja membuat dia nyaman dengan
kondis ketidaksadarannya ini.”
“maksud anda?”
“Pskis anjali tertekan, Rajkumaar.
Terlalu banyak beban pikiran yang Nona Anjali dapatkan. Sehingga dia merasa
nyaman di kondisinya saat ini yaitu di alam bawah sadarnya. ”
Rahul terdiam seolah mengamini apa
yang dikatakan dokter Javed.
“Anjali hanya butuh lingkungan yang
membuat dia nyaman sehingga ia bisa melupakan beban yang dalam pikirannya.
Mungkin keahadiran orang yang disayanginya akan mempercepat Nona anjali siuman”
Dokter Javed bangkit dari duduknya.
Ia hendak keluar.
“Rahul, sepertinya Anjali menahan
kerinduan terhadap seseorang. Bawalah orang itu. Mungkin kehadiran orang
tersebut akan membantunya.” Dokter javed menepuk pelan pundak Rahul.
Rahul terdiam. Kedua matanya tak
henti-hentinya memandang Anjali yang sedang terbaring dengan wajah pucat di
hadapnnya.
“Maafkan aku Anjali. Semua ini
salahku. Mafkan aku yang tak bisa melindungimu.” rutuk Rahul dalam hati.
@@@
Tanpa sepengetahuan Raja yash dan
kedua ibunya, Rahul mendatangkan ayah Anjali sebagai usaha untuk menadarkan
Anjali.
Om Sharma sangat terpukul sekali
melihat putrinya yang terbaring lemah dengan wajahnya yang pucat pasi.
Penyesalan yang selama ini ia tahan kini kembali muncul bahkan lebih hebat dari
sebelumnya.
“Anjali, sadarlah. Ini ayah. Ayah
disini. Bukalah matamu. Lihat, ayah membawa makanan kesukaanmu.” Om membelai
lembut kepala Anjali seraya mengajak anjali untuk berbicara. namun sayang,
usahanya tak berhasil. Anjali tetap diam. butiran bening mulai menetes dari
sudut mata Om. Teteasan itu semakin cepat seiring rasa bersalahnya yang semakin
memuncak.
“Maafkan ayah, Anjali. Maafkan ayah
yang sudah membuatmu seperti ini. Seandainya saja ayah tetap mendengarkan
hatimu bukan ucapanmu, tentu kau sekarang sudah bahagia.” sesal Om dalam isakan
tangisnya.
Rahul yang sedari tadi memperhatikan
adegan itu tak kuasa untuk tetap diam melihat kesedihan Om, calon mertuanya.
“maafkan kami” suara Rahul
mengagetkan Om. Om meneoleh dan langsung berlutut di kaki Rahul. Rahul berusaha
untuk mencegahnya
“Maafkan saya, Pangeran. Maafkan
saya.” Isak Om sambil memeluk kaki Rahul.
“sudah. Anda tidak perlu meminta
maaf. ini salah kami.” Rahul membantu Om berdiri.
“Tidak, Pangeran. ini semua tetap
salah saya. Anjali adalah putrid saya dan sayalah yang harus bertanggung jawab
atas semua yang terjadi pada Anjali.”
“Tidak, ini bukan salah anda. Anjali
berda di istana dan sahrusnya itu menjadi tanggung jawab kami. Maafkan kami,
maafkan saya… keteledoran kami membuat anjali seperti ini.”
“Tetap saja ini salah saya.
seandainya anda tahu siapa anjali sebeanrnya, mungkin rencana pertunangan ini
tidak akan pernah terjadi. Anjali memang tidak layak di istana ini. Anjali
tidak layak mendampingi anda, Pangeran. Saya mohon, kembalikan Anjali pada
saya. Tidak seharusnya dia berada di sini. Tempat dia yang sebenarnya adalah di
samping Aryaan, bukan di sini. Hanya aryaan lah yang bisa membuat Anjali
mendapatkan hidupnya kembali…hikd..hiks…” Tuan Sharma kembali bersimpuh di kaki
Rahul. Ia tak kuasa menahan kepedihan meliha keadaan Anjali.
Rahul terdiam. Ia memandang Anjali
yang masih terbaring lemah di kasur.
“Seandainya kau tahu bahwa aku
adalah aryaan, apakah kau akan bertahan di sini, bersamaku, Anjali?” bisik
Rahul dalam hati. Ia menatap wajah anjali lekat.
@@@
Indian Royal Palace terlihat sepi.
Penghuni Istana telah kembali ke peraduannya begitupun para Pelayan yang sejak
pagi melayani telah kembali ke tempatnya masing-masing untuk beristirahat.
Hanya beberapa pengawal istana yang mondar mandir memeriksa keamanan istana.
Akan tetapi, Kiran baru saja keluar
dari Pavilun Chandnii setalah seharian melayani Anjali yang sedang terbaring
sakit.
Setelah dirasa aman, Seseorang
mengendap-ngendap memasuki pavilun Chandnii. Seseorang yang berambut gondrong
dengan jambang di dagunya perlahan mendekati tempat tidur Anjali.
Pria itu duduk di samping Anjali
yang sedang tak sadarkan diri. Kemudian meraih tangan Anjali dan menciuminya.
“Anjali, ini aku Aryaan. Aku mohon,
sadarlah. Aku merindukanmu.” pinta Aryaan. Kembali ia menciumi lembut tangan
Anjali. Tangan aryaan menyentuh lembut wajah Anjali yang pucat.
“Bukankah kau merindukanku. sekarang
bukalah matamu!”
Pelan-pelan kelopak mata anjali
terbuka.
“Aryaan…!!!” seru Anjali di antara
alam bawah sadar dan alam sadarnya.
“Ya, ini aku. Aryaan.” sahut aryaan
seraya tersenyum. setitik air matanya tak kuasa ia tahan.
Anjali menyadari bahwa pria yang ada
dihadapannya adalah aryaab, pria yang sangat ia rindukan. Beberapa detik
kemudian anjali sudah berada dipelukan Aryaan
“Aryaan,,, aku merindukanmu.” Ia
tumpahkan segala kesedihannya dipelukan Aryaan.
“Aku juga sangat merindukanmu, Aku
sangat merindukan senyummu.”
“Kamu jahat, mengapa kau tinggalkan
aku.” Tubuh Anjali berguncang menahan
isak tangisnya. Ia tak sanggup mengutarakan semua yang ia rasakan sehingga
hanya isak tangisnya saja yang terdengar.
“Menangislah, jika menangis itu bisa
mengurangi beban di hatimu.”
Beberapa saat kemudian, Anjali mulai
tenang. isak tangisnyapun kini sudah tak terdengar.
Rahul memandang wajah Anjali yang
basah dengan air mata seraya mengahpusnya dengan tangannya. Ia pandang wajah
Anjali yang pucat dan lemah.
“Apakah kamu bahagia aku berada di
sini?”
“Sangat.”
“Tapi aku tidak bahagia melihatmu
seperti ini. Ini bukanlah Anjali yang aku kenal.” Ucap aryaan berlagak sok
kesal. Anjali tersenyum.
“Kau terlihat kurus sekali. Padahal
aku sangat menyukai pipimu yang sedikit chubby itu.” Aryaan mencubit pipi
Anjali. Dan Anjali pun tertawa.
“Sekarang makanlah, aku akan
menyuapimu.” sambung Aryaan. Ia mengambil makanan yang disediakan Kiran untuk
Anjali.
Mata Anjali kembali berbinar berada
di samping Aryaan. ia mulai berceloteh ria melupakan sejenak kesedihan dan
tekanan yang dialaminya. dan dengan sabar Aryaan mendengarkannya sambil
sesekali mencandai Anjali.
“Aryaan, bawa aku pergi!” ucap
Anjali tiba-tiba. Aryaan nampak terkejut.
“Mengapa kau ingin pergi Anjali.
Bukankah di sini kau hidup senang. Kau adalah calon putri mahkota kerajaan
India. Kau akan memiliki semua hal yang diinginkan semua orang, harta dan tahta
serta kehormatan”
“Aku tidak bahagia di sini. Lagipula
aku tidak butuh itu semua. Aku hanya butuh kamu dalam hidupku. Dan aku yakin
aku akan bahagia hidup denganmu. Aku tidak peduli kita akan hidup susah dan
berkekurangan, tapi aku akan tetap bahagia jika aku bersamamu Jadi, aku mohon,
bawalah aku pergi.” Anjali menatap tajam mata Aryaan.
“Maafkan aku, Anjali. Aku tidak
bisa.” Aryaan menundukkan pandangannya.
“Mengapa? Kau bisa masuk kesini
tanpa diketahui pengawal istana, berarti kau juga bisa membawaku pergi tanpa
diketahui siapapun kan?”
“Bukan karena itu”
“Lalu karena apa?” anajli agak kesal. “Kau
tidak mencintaiku lagi?” sambungnya
“Aku sangat mencintaimu, bahkan
lebih dari hidupku.”
“Kalau kau mencintaiku, kau harus
membawaku pergi. Aku tidak ingin menikah dengan Pangeran Rahul. Aku hanya ingin
dan akan menikah denganmu saja.” Anjali berusaha membuat Aryaan melihatnya
namun Aryaan tetap mengelak. Aryaan berdiri. Anjali menahan tangan Rahul. Rahul
melepasnya.
“Aryaan, aku mohon bawa;ah aku
pergi. Tidakkah kau melihat keadaanku saat ini? Aku tidak bisa bernapas di
tempat ini. Dadaku selalu sesak. Di setiap sudut istana ini, tidak ada tempat
yang dimana aku bisa merasa nyaman.”
Rahul melangkahkan kakinya menjauhi
tempat tidur Anjali. Lalu berbalik. Rahul menatap Anjali sendu. Pelan-Pelan
Aryaan meraba rambut gondrongnya dan melepaskannya. Terlihatlah rambut hitam
cepak agak kecoklatannya. Selanjutnya ia melepaskan jambang di dagunya sehingga
kini wajahnya menjadi bersih. Dan yang terakhir ia mebuka softlense di matanya
dan memakai kacamat minusnya.
“Rajkumaar Rahul?” ucap anjali tak
mengerti dengan perasaan kagetdan bingung yang bercampur aduk.
“Sebenarnya aku adalah Rahul,
anjali. Aryaan itu adalah Rahul.” aku Rahul. Bagai petir di siang bolong Anjali
mendengar kabar itu. Berkali-kali Anjali menolak pengakuan Rahul walaupun
berkali-kali juga Rahul menceritakan yang sebenarnya bahakan menceritakan momon-moment
Anjali bersama aryaan. Air mata Anjali mengalir deras. Anjali kembali histeris.
“Tidaaak!!! Kau bukan Aryaan. Kau
bukan aryaan!!!!” Teriak Anjali histeris. Untung saja pavilun itu kedap suara
sehingga teriakan Anjali tidak terdengar. Anjali membuka selang infuse di
tangan kirinya. “Dimana Aryaanku, Dimana? Katakan???” Anjali
mengoncang-gincangkan tubuh aryaan.
“Aku adalah Aryaan. Percayalah! Aku
adalah Aryaan.” Rahul meyakinkan.
“Kau bukan Aryaan…Kau bukan Aryaan.
Kau adalah Rahul” Isak anjali. Ia terduduk di hadapan Rahul.
“Rahul adalah Aryaan dan Aryaan
adalah Rahul. Keduanya orang yang sama. Percayalah.” Tangan Rahul hendak menyentuh Anjali namun
segera Anjali tepis.
“Tidak!!!” sanggah Anjali. “Kau
bukan Aryaan. Kau pembohong!” Anjali menunjukkan kemarahannya.
“Aku adalah Aryaan. Maafkan aku jika
kau harus mengenal diriku sebagai Aryaan terlebih dahulu. Maafkan aku jika ini
menyakitimu, Maafkan Aku.”
“Sudah, cukup. Kau bukan Aryaan. Kau
bukan Aryaan. Sekarang pergilah. Pergi! Pergi1” bentak Anjali.
“Anjali, ku mohon. dengarkan aku.”
pinta Rahul. Anjali menutup telinga dan kedua matanya. Ia duduk di pojok
ruangan
“Aku sangat mencintaimu, Anjali. Aku
sangat mencintaimu. Bahkan aku mencintaimu lebih dari hidupku. Tapi rasa
cintaku membuatku tak punya keberanian untuk menunjukkan siapa diriku
sebenarnya. Sehingga aku menempuh jalan ini. Aku memang mebohongimu tentang
siapa diriku. Tapi semua yang ku lakukan dan aku katakana kepadamu kepadamu
bukanlah kebohongan melainkan kejujuran.” Rahul mendekati Anjali dan bersimpuh
di hadapn Anjali.
“Maafkan aku jika aku tidak bisa
bersamamu sebagai aryaan sehingga kau kehilangan kebahagiaanmu. Mafkan aku jika
kau tidak bahagia di Istana ini. Aku memang tidak bisa menjanjikan kebahagiaan
jika kau bersamaku di Istana ini. Tapi aku berjanji bahwa kau akan baik-baik
saja di Istana ini.” Rahul hendak menyentuh Anjali kembali namun segera Anjali
tepis.
“Pergi!!!” Bentak Anjali keras. Ia
berdiri. Matanya menatap tajam Rahul. “ Tinggalakn ruangan ini, aku muak melihat
wajahmua.”
Tiba-tiba Kiran datang. Ia heran
melihat Rahul berada di ruangan Anjali tanpa sepengetahuan dirinya. Dengan
ekspresi hambar, Rahul segera meninggalkan pavilun Chandnii. Ia meninggalakn
Anjali yang tengah menagis tersedu-sedu memeluk kakinya dan juga meninggalkan
Kiran yang terheran- heran melihat tingkah laku kedua tuannya.
@@@
Kejujuran Rahul tak merubah keadaan
Anjali menjadi lebih baik. Anjali kini menjadi lebih pendiam. Tak ada sepatah
katapun yang keluar dari bibirnya. Anjali tak lagi mengikuti jadwal-jadwal yang
sudah diatur kepala rumah tangga. Tak ada sarapan bersama dengan Rahul. Yang ia
lakukan hanyalah menatap kosong ke arah jendela. .Tak ada lagi rajukan manja
anjali pada Kiran dan tak ada lagi sifat ketus anjali. Kini semua berubah
menjadi muram. Rahul yang berusaha menemuinya pun tak menuai hasil Kiran
sebagai pelayan yang bertanggung jawab terhadapnya pun tambah bingung
dibuatnya.
“Nona, apa yang terjadi pada anda?”
tanya Kiran pada anjali yang duduk di lantai di sisi tempat tidurnya. Anjali
diam. Matanya tetap menatap kosong pada barisan awan di luar jendela.
“Nona, kebisuan Anda membuat saya
bingung. saya tidak mengerti apa yang harus saya lakukan.” Kiran membelai
punggung Anjali.” Jujur, saya merindukan sifat ketus Anda dan sifat manja anda.
saya lebih suka menatap mata indah anda memandang penuh kebencian dari pada
harus menatap mata indah anda yang kini sayu dan kosong.” Anjali menghela
napas. Dadanya mulai sesak. Kiran mengenngam tangan kanan Anjali dan
menciuminya “Anda adalah tanggung jawab saya, anda adalah tuan saya. tapi saya
menyayangi anda lebih dari seorang pelayan yang menyayangi majikannya. Saya merasakan sakit ketika melihat Anda
seperti ini.” setitik air mata Kiran mengalir dari pipinya dan jatuh di tangan
Anjali.
“Bagaimana perasaanmu jika kau
mengetahui bahwa orang yang kau cintai ternyata membohongimu? Bagaimana
persaanmu jika ternyata orang yang kau cintai adalah orang yang membawamu pada
penderitaan yang tiada akhir?” Tanya Anjali datar.
Kiran terdiam.
“Mengapa kau diam Kiran? kau tidak
bisa menjawab?”
“Nona, saya memang tidak bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan anda. Tapi yang saya yakini bahwa cinta adalah
rasa sakit yang manis. Tidak ada cinta yang tidak mengalami tantangan dan
halangan. Anggap saja semua itu adalah jalan untuk mencapai cinta yang
sempurna. “ Kiran tersenyum. Ia menghapus
air matanya dan mengahpus sisa-sisa air mata di pipi Anjali.
“Sekarang tersenyumlah, Nona. Saya
mohon jangan tambah kesedihan yang meliputi istana ini.”
“Maksudmu???”
“Sekarang, seluruh penghuni Istana
sedang bersedih. Kondisi Raja yash sedang Kritis.” Ujar Kiran. Wajahnya muram.
“Benarkah? bukankah kondisi beliau
sudah membaik?”
“Ya, Namun dini hari tadi kondisi
beliau kembali menurun dan sampai sekarang belum membaik.”
“Kalau begitu, aku ingin menjenguk
beliau. Bolehkah?” Kiran mengangguk girang. Matanya berbinar kerana berarti Anjali
keluar dari kamarnya setelah 4 hari berdiam di kamar.
@@@
Di depan kediaman pribadi Raja yash
semua orang berkumpul. Baik pegawai, pelayan, bahkan pejabat Istana dan dewan
kerajaan. Wajah mereka terlihat khawatir
dan bersedih. Bibir mereka berkomat kamit seperti memanjatkana doa untuk
kedembuhan Raja mereka. Namun, pandangan mereka teralih melihat seorang yang
menjadi trending topic seluruh kerajaan, Anjali. Anjali berjalan dengan ragu
melewati kerumunan orang yang sedang memperhatikannya. Orang-orang itu
memandangnya sinis karena mengaggpa Anjalilah yang menjadi penyebab menurunnya
kondisi kesehatan Raja yash.
“Nona, kita di sini saja.” Ujar
kiran setelah menemukan tempat yang dianggap aman dari pandangan sinis
orang-orang di sekitarnya terhadap Anjali.
“Kenapa kita di sini Kiran? Bukankah
Kediaman raja yash masih di sana? Bahkan, Kita masih belum berada di dalam
Istana Raja yash.” anjali sedikit kesal
“Mohon maaf, Nona. Tidak semua orang
bisa memasuki Istana raja yash. Hanya Keluarga Raja, Dewan tinggi Istana dan
tamu Raja yash saja.”
Anjali diam. Pikirannya dongkol.
“hanya ingin menjenguk saja, masih
pilih-pilih” piker Anjali. wajhany cemberut.
Selama berjam-jam Anjali hanya
berdiri tanpa melakukan apapun. Ia terlihat sangat bosan. sesekali ia memainkan
kaki-kainya, mengajak Kiran mengobrol serta memperhatikan para perawat dan
dokter serta dewan istana yang keluar masuk dari istana Raja yash.
“Aku ingin menjenguk raja yash
langsung, Kiran. aku akan kesana.”
“jangan, nona. Anda tidak akan dizinkan
masuk.” Kiran menahan tangan anjali. namun Anjali tepis. Anjali langsung
melangkahkan kakinya memasuki Istana raja Yash. sedang seluruh orang yang
berkumpul di depan istana raja yash heran melihat apa yang tengah dilakukan
Anjali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar