Rabu, 17 Agustus 2016

fanfiction Bollywood BECAUSE I LOVE YOU part 10



BECAUSE I LOVE YOU part 10
Konferensi press yang diadakan untuk Anjali gagal dan menimbulkan kekacauan di kerajaan India. Berita tentang ibunda dari calon istri Putra Mahkota Kerajaan India adalah seorang wanita panggilan kelas atas headline Koran-koran dan dan televisi nasional dan Internasional. Sebagian rakyat India menghujat dan sebagian mendukung Anjali karena yakin walaupun ibunya seorang pelacur, anjali tidak mengikuti jejak ibunya.
            Seluruh warga Istana Shock dan manjadi topic utama gossip mereka. Ratu Nandini dan Putri Seeta juga terlihat sangat shock.
            “Rahul, mengapa semua ini terjadi? Mengapa kau jatuh cinta pada putri seorang wanita panggilan? Dia tidak pantas untuk kam?” Ujar Putri Seeta emosi
            “Cinta itu tanpa syarat, Ibu. Aku mencintai Anjali. Dan ketika aku mencintainyaa  aku tidak memberikan syarat bahwa dia haruslah keturunan orang baik-baik, kaya, atauoun yang lain. Lalu, jika pada akhirnya aku tahu bahwa ibunya adalah seorang wanita panggilan, haruskah aku berhenti mencintainya karena dia tidak pantas untukku yang seorang putra mahkota kerajaan ini?”
            “Mengapa kau tidak member tahu kami. Setidaknya kami bisa meminimalisir semua ini?”
            “Apakah Raja yash tidak memberi tahu anda sebelum membawa Anjali ke istana ini?”
            “Jadi, Raja Yash sudah tahu tentang ini.”
            “Dia adalah seorang Raja, Ibu. Informasi apa yang tidak bisa ia dapatkan. Bahkan seblum aku mencritakan tentang cintaku pada Anjali. Raja yash sudah menegtahui semuanya.”
            Ketiganya diam sibuk dengan pikiran masing-masing.
            “Sekarang, penderitaan gadis yang aku cintai bertambah, Ibu. Aku sudah kehilangan senyumnya dan sekarnag aku juga harus melihat air matanya.” Ucap Rahul seraya pergi meninggalkan kedua ibunya yang terpaku.
@@@
            Beberapa hari setelahnya, berita tentang Anjali tak kunjung mereda. Bahkan semakin menjadi-jadi sampai-sampai menyangkut hal-ikhwal darimana sumber dana yang menyokong Anjali bisa melanjutkan kuliah di universitas Harvard. Intimidasi terhadap rencana pertunangan Anjali dan Rahul semakin meningkat. Hal itu menjadikan Anjali smakin terpojok dan tertekan.
            “Pangeran…” sapa Kiran kepada Rahul yang baru saja selesai rapat yang membahas tentang berita Anjali dengan kepala komunikasi dan informasi . Kiran terlihat panic.
            “Ada apa, Kiran.”
            “Nona Anjali…”
            “Ada apa dengan dia?” Rahul mulai panic.
            “Dari kemarin, Nona Anjali tidak keluar kamar. Beliau tidak makan-tidak minum bahakan beliau mengunci pintu dan tidak mengizinkan saya masuk. Beliau hanya manangis saja. Dan tadi saya tidak mendengar lagi isakan tangis Nona anjali. Saya takut terjadi apa-apa dengan beliau, Pangeran.”
            “Kenapa baru sekarang kau mengatakannya?”
            “Maaf, Pangeran. Saya takut mengganggu anda. dan kalau saya meminta emergency card pada kepala rumah tangga istana, saya takut menanmbah kekacauan di Istana. Sekali lagi saya mohon maaf, Pangeran.” sesal Kiran.
@@@
            Rahul menempelkan telapak tangannya di screen dan beberapa detik kemudian pintu terbuka.
            “Anjali…” Rahul melihat anjali terkapar di lantai.
            Rahul yang panik segera berlari dan mengangkat badan Anjali ke kasur.
            “Kiran, segera panggilkan dokter istana! dan juga Rahsiakan ini semua dari penghuni istana termasuk kepada raja dan ratu” perintah Rahul pada Kiran yang juga panik. Rahul menyelimuti Anjali dan erapikan rambut Anjali yang menutupi wajahnya. Dari sudut matanya terlihat tangan kanan anjali sedanng menggenggam sesuatu. dengan hati-hati rahul membuka genggaman anjali dan menemukan sebuah foto yamg sudah lusuh. Rahul membuka foto itu, Dia kaget melihat siapa sosok dlama foto tersebut.
            “Namanya Aryaan, Rajkumaar.” Ujar Kiran tiba- tiba. ”Nona Anjali serring menangis di depan foto itu bahkan sering mengigau namanya dalam tidur.”Lanjut Kiran. Rahul tak merespon. Dia langsung meletakkan selembar foto itu di laci samping tempat tidur anjali bersamaan dengan datang nya dokter istana dan seorang perawat.
           
@@@
            Sampai malam, tidak ada tanda-tanda anjali akan sadar dari pingsannya. Segala macam alat bantu sudah terpasang di tubuh anjali namun tetap saja anjali tidak sadar. Wajah Rahul tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya dan kegelisahnya.
            Dokter Javed yang sudah menjadi dokter istana sebelum Rahul lahir menyadari kegelisahan yang dirasakan oleh calon rajanya itu.
            “mengapa anjali belum sadarkan diri juga, dokter.” Tanya rahul membuka suara setelah Kiran dan para perawat meninggalakn ruangan.
            Dokter javed menhembuskan napas lembut. Ia menatap Rahul yang sedari tadi tak pernah melepaskan pandangnnya dari Anjali.
            “Secara medis, seharusnya Anjali sudah sadarkan diri. Namun, ada hal lain yang bisa saja membuat dia nyaman dengan kondis ketidaksadarannya ini.”
            “maksud anda?”
            “Pskis anjali tertekan, Rajkumaar. Terlalu banyak beban pikiran yang Nona Anjali dapatkan. Sehingga dia merasa nyaman di kondisinya saat ini yaitu di alam bawah sadarnya. ”
            Rahul terdiam seolah mengamini apa yang dikatakan dokter Javed.
            “Anjali hanya butuh lingkungan yang membuat dia nyaman sehingga ia bisa melupakan beban yang dalam pikirannya. Mungkin keahadiran orang yang disayanginya akan mempercepat Nona anjali siuman”
            Dokter Javed bangkit dari duduknya. Ia hendak keluar.
            “Rahul, sepertinya Anjali menahan kerinduan terhadap seseorang. Bawalah orang itu. Mungkin kehadiran orang tersebut akan membantunya.” Dokter javed menepuk pelan pundak Rahul.
            Rahul terdiam. Kedua matanya tak henti-hentinya memandang Anjali yang sedang terbaring dengan wajah pucat di hadapnnya.
            “Maafkan aku Anjali. Semua ini salahku. Mafkan aku yang tak bisa melindungimu.” rutuk Rahul dalam hati.
@@@
            Tanpa sepengetahuan Raja yash dan kedua ibunya, Rahul mendatangkan ayah Anjali sebagai usaha untuk menadarkan Anjali.
            Om Sharma sangat terpukul sekali melihat putrinya yang terbaring lemah dengan wajahnya yang pucat pasi. Penyesalan yang selama ini ia tahan kini kembali muncul bahkan lebih hebat dari sebelumnya.
            “Anjali, sadarlah. Ini ayah. Ayah disini. Bukalah matamu. Lihat, ayah membawa makanan kesukaanmu.” Om membelai lembut kepala Anjali seraya mengajak anjali untuk berbicara. namun sayang, usahanya tak berhasil. Anjali tetap diam. butiran bening mulai menetes dari sudut mata Om. Teteasan itu semakin cepat seiring rasa bersalahnya yang semakin memuncak.
            “Maafkan ayah, Anjali. Maafkan ayah yang sudah membuatmu seperti ini. Seandainya saja ayah tetap mendengarkan hatimu bukan ucapanmu, tentu kau sekarang sudah bahagia.” sesal Om dalam isakan tangisnya.
            Rahul yang sedari tadi memperhatikan adegan itu tak kuasa untuk tetap diam melihat kesedihan Om, calon mertuanya.
            “maafkan kami” suara Rahul mengagetkan Om. Om meneoleh dan langsung berlutut di kaki Rahul. Rahul berusaha untuk mencegahnya
            “Maafkan saya, Pangeran. Maafkan saya.” Isak Om sambil memeluk kaki Rahul.
            “sudah. Anda tidak perlu meminta maaf. ini salah kami.” Rahul membantu Om berdiri.
            “Tidak, Pangeran. ini semua tetap salah saya. Anjali adalah putrid saya dan sayalah yang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada Anjali.”
            “Tidak, ini bukan salah anda. Anjali berda di istana dan sahrusnya itu menjadi tanggung jawab kami. Maafkan kami, maafkan saya… keteledoran kami membuat anjali seperti ini.”
            “Tetap saja ini salah saya. seandainya anda tahu siapa anjali sebeanrnya, mungkin rencana pertunangan ini tidak akan pernah terjadi. Anjali memang tidak layak di istana ini. Anjali tidak layak mendampingi anda, Pangeran. Saya mohon, kembalikan Anjali pada saya. Tidak seharusnya dia berada di sini. Tempat dia yang sebenarnya adalah di samping Aryaan, bukan di sini. Hanya aryaan lah yang bisa membuat Anjali mendapatkan hidupnya kembali…hikd..hiks…” Tuan Sharma kembali bersimpuh di kaki Rahul. Ia tak kuasa menahan kepedihan meliha keadaan Anjali.
            Rahul terdiam. Ia memandang Anjali yang masih terbaring lemah di kasur.
            “Seandainya kau tahu bahwa aku adalah aryaan, apakah kau akan bertahan di sini, bersamaku, Anjali?” bisik Rahul dalam hati. Ia menatap wajah anjali lekat.
@@@
            Indian Royal Palace terlihat sepi. Penghuni Istana telah kembali ke peraduannya begitupun para Pelayan yang sejak pagi melayani telah kembali ke tempatnya masing-masing untuk beristirahat. Hanya beberapa pengawal istana yang mondar mandir memeriksa keamanan istana.
            Akan tetapi, Kiran baru saja keluar dari Pavilun Chandnii setalah seharian melayani Anjali yang sedang terbaring sakit.
            Setelah dirasa aman, Seseorang mengendap-ngendap memasuki pavilun Chandnii. Seseorang yang berambut gondrong dengan jambang di dagunya perlahan mendekati tempat tidur Anjali.
            Pria itu duduk di samping Anjali yang sedang tak sadarkan diri. Kemudian meraih tangan Anjali dan menciuminya.
            “Anjali, ini aku Aryaan. Aku mohon, sadarlah. Aku merindukanmu.” pinta Aryaan. Kembali ia menciumi lembut tangan Anjali. Tangan aryaan menyentuh lembut wajah Anjali yang pucat.
            “Bukankah kau merindukanku. sekarang bukalah matamu!”
            Pelan-pelan kelopak mata anjali terbuka.
            “Aryaan…!!!” seru Anjali di antara alam bawah sadar dan alam sadarnya.
            “Ya, ini aku. Aryaan.” sahut aryaan seraya tersenyum. setitik air matanya tak kuasa ia tahan.
            Anjali menyadari bahwa pria yang ada dihadapannya adalah aryaab, pria yang sangat ia rindukan. Beberapa detik kemudian anjali sudah berada dipelukan Aryaan
            “Aryaan,,, aku merindukanmu.” Ia tumpahkan segala kesedihannya dipelukan Aryaan.
            “Aku juga sangat merindukanmu, Aku sangat merindukan senyummu.”
            “Kamu jahat, mengapa kau tinggalkan aku.”  Tubuh Anjali berguncang menahan isak tangisnya. Ia tak sanggup mengutarakan semua yang ia rasakan sehingga hanya isak tangisnya saja yang terdengar.
            “Menangislah, jika menangis itu bisa mengurangi beban di hatimu.”
            Beberapa saat kemudian, Anjali mulai tenang. isak tangisnyapun kini sudah tak terdengar.
            Rahul memandang wajah Anjali yang basah dengan air mata seraya mengahpusnya dengan tangannya. Ia pandang wajah Anjali yang pucat dan lemah.
            “Apakah kamu bahagia aku berada di sini?”
            “Sangat.”
            “Tapi aku tidak bahagia melihatmu seperti ini. Ini bukanlah Anjali yang aku kenal.” Ucap aryaan berlagak sok kesal. Anjali tersenyum.
            “Kau terlihat kurus sekali. Padahal aku sangat menyukai pipimu yang sedikit chubby itu.” Aryaan mencubit pipi Anjali. Dan Anjali pun tertawa.
            “Sekarang makanlah, aku akan menyuapimu.” sambung Aryaan. Ia mengambil makanan yang disediakan Kiran untuk Anjali.
            Mata Anjali kembali berbinar berada di samping Aryaan. ia mulai berceloteh ria melupakan sejenak kesedihan dan tekanan yang dialaminya. dan dengan sabar Aryaan mendengarkannya sambil sesekali mencandai Anjali.
            “Aryaan, bawa aku pergi!” ucap Anjali tiba-tiba. Aryaan nampak terkejut.
            “Mengapa kau ingin pergi Anjali. Bukankah di sini kau hidup senang. Kau adalah calon putri mahkota kerajaan India. Kau akan memiliki semua hal yang diinginkan semua orang, harta dan tahta serta kehormatan”
            “Aku tidak bahagia di sini. Lagipula aku tidak butuh itu semua. Aku hanya butuh kamu dalam hidupku. Dan aku yakin aku akan bahagia hidup denganmu. Aku tidak peduli kita akan hidup susah dan berkekurangan, tapi aku akan tetap bahagia jika aku bersamamu Jadi, aku mohon, bawalah aku pergi.” Anjali menatap tajam mata Aryaan.
            “Maafkan aku, Anjali. Aku tidak bisa.” Aryaan menundukkan pandangannya.
            “Mengapa? Kau bisa masuk kesini tanpa diketahui pengawal istana, berarti kau juga bisa membawaku pergi tanpa diketahui siapapun kan?”
            “Bukan karena itu”
             “Lalu karena apa?” anajli agak kesal. “Kau tidak mencintaiku lagi?” sambungnya
            “Aku sangat mencintaimu, bahkan lebih dari hidupku.”
            “Kalau kau mencintaiku, kau harus membawaku pergi. Aku tidak ingin menikah dengan Pangeran Rahul. Aku hanya ingin dan akan menikah denganmu saja.” Anjali berusaha membuat Aryaan melihatnya namun Aryaan tetap mengelak. Aryaan berdiri. Anjali menahan tangan Rahul. Rahul melepasnya.
            “Aryaan, aku mohon bawa;ah aku pergi. Tidakkah kau melihat keadaanku saat ini? Aku tidak bisa bernapas di tempat ini. Dadaku selalu sesak. Di setiap sudut istana ini, tidak ada tempat yang dimana aku bisa merasa nyaman.”        
            Rahul melangkahkan kakinya menjauhi tempat tidur Anjali. Lalu berbalik. Rahul menatap Anjali sendu. Pelan-Pelan Aryaan meraba rambut gondrongnya dan melepaskannya. Terlihatlah rambut hitam cepak agak kecoklatannya. Selanjutnya ia melepaskan jambang di dagunya sehingga kini wajahnya menjadi bersih. Dan yang terakhir ia mebuka softlense di matanya dan memakai kacamat minusnya.
            “Rajkumaar Rahul?” ucap anjali tak mengerti dengan perasaan kagetdan bingung yang bercampur aduk.
            “Sebenarnya aku adalah Rahul, anjali. Aryaan itu adalah Rahul.” aku Rahul. Bagai petir di siang bolong Anjali mendengar kabar itu. Berkali-kali Anjali menolak pengakuan Rahul walaupun berkali-kali juga Rahul menceritakan yang sebenarnya bahakan menceritakan momon-moment Anjali bersama aryaan. Air mata Anjali mengalir deras. Anjali kembali histeris.
            “Tidaaak!!! Kau bukan Aryaan. Kau bukan aryaan!!!!” Teriak Anjali histeris. Untung saja pavilun itu kedap suara sehingga teriakan Anjali tidak terdengar. Anjali membuka selang infuse di tangan kirinya. “Dimana Aryaanku, Dimana? Katakan???” Anjali mengoncang-gincangkan tubuh aryaan.
            “Aku adalah Aryaan. Percayalah! Aku adalah Aryaan.” Rahul meyakinkan.
            “Kau bukan Aryaan…Kau bukan Aryaan. Kau adalah Rahul” Isak anjali. Ia terduduk di hadapan Rahul.
            “Rahul adalah Aryaan dan Aryaan adalah Rahul. Keduanya orang yang sama. Percayalah.”  Tangan Rahul hendak menyentuh Anjali namun segera Anjali tepis.
            “Tidak!!!” sanggah Anjali. “Kau bukan Aryaan. Kau pembohong!” Anjali menunjukkan kemarahannya.
            “Aku adalah Aryaan. Maafkan aku jika kau harus mengenal diriku sebagai Aryaan terlebih dahulu. Maafkan aku jika ini menyakitimu, Maafkan Aku.”
            “Sudah, cukup. Kau bukan Aryaan. Kau bukan Aryaan. Sekarang pergilah. Pergi! Pergi1” bentak Anjali.
            “Anjali, ku mohon. dengarkan aku.” pinta Rahul. Anjali menutup telinga dan kedua matanya. Ia duduk di pojok ruangan
            “Aku sangat mencintaimu, Anjali. Aku sangat mencintaimu. Bahkan aku mencintaimu lebih dari hidupku. Tapi rasa cintaku membuatku tak punya keberanian untuk menunjukkan siapa diriku sebenarnya. Sehingga aku menempuh jalan ini. Aku memang mebohongimu tentang siapa diriku. Tapi semua yang ku lakukan dan aku katakana kepadamu kepadamu bukanlah kebohongan melainkan kejujuran.” Rahul mendekati Anjali dan bersimpuh di  hadapn Anjali.
            “Maafkan aku jika aku tidak bisa bersamamu sebagai aryaan sehingga kau kehilangan kebahagiaanmu. Mafkan aku jika kau tidak bahagia di Istana ini. Aku memang tidak bisa menjanjikan kebahagiaan jika kau bersamaku di Istana ini. Tapi aku berjanji bahwa kau akan baik-baik saja di Istana ini.” Rahul hendak menyentuh Anjali kembali namun segera Anjali tepis.
            “Pergi!!!” Bentak Anjali keras. Ia berdiri. Matanya menatap tajam Rahul. “ Tinggalakn ruangan ini, aku muak melihat wajahmua.”
            Tiba-tiba Kiran datang. Ia heran melihat Rahul berada di ruangan Anjali tanpa sepengetahuan dirinya. Dengan ekspresi hambar, Rahul segera meninggalkan pavilun Chandnii. Ia meninggalakn Anjali yang tengah menagis tersedu-sedu memeluk kakinya dan juga meninggalkan Kiran yang terheran- heran melihat tingkah laku kedua tuannya.
@@@
            Kejujuran Rahul tak merubah keadaan Anjali menjadi lebih baik. Anjali kini menjadi lebih pendiam. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Anjali tak lagi mengikuti jadwal-jadwal yang sudah diatur kepala rumah tangga. Tak ada sarapan bersama dengan Rahul. Yang ia lakukan hanyalah menatap kosong ke arah jendela. .Tak ada lagi rajukan manja anjali pada Kiran dan tak ada lagi sifat ketus anjali. Kini semua berubah menjadi muram. Rahul yang berusaha menemuinya pun tak menuai hasil Kiran sebagai pelayan yang bertanggung jawab terhadapnya pun tambah bingung dibuatnya.
            “Nona, apa yang terjadi pada anda?” tanya Kiran pada anjali yang duduk di lantai di sisi tempat tidurnya. Anjali diam. Matanya tetap menatap kosong pada barisan awan di luar jendela.
            “Nona, kebisuan Anda membuat saya bingung. saya tidak mengerti apa yang harus saya lakukan.” Kiran membelai punggung Anjali.” Jujur, saya merindukan sifat ketus Anda dan sifat manja anda. saya lebih suka menatap mata indah anda memandang penuh kebencian dari pada harus menatap mata indah anda yang kini sayu dan kosong.” Anjali menghela napas. Dadanya mulai sesak. Kiran mengenngam tangan kanan Anjali dan menciuminya “Anda adalah tanggung jawab saya, anda adalah tuan saya. tapi saya menyayangi anda lebih dari seorang pelayan yang menyayangi majikannya.  Saya merasakan sakit ketika melihat Anda seperti ini.” setitik air mata Kiran mengalir dari pipinya dan jatuh di tangan Anjali.
            “Bagaimana perasaanmu jika kau mengetahui bahwa orang yang kau cintai ternyata membohongimu? Bagaimana persaanmu jika ternyata orang yang kau cintai adalah orang yang membawamu pada penderitaan yang tiada akhir?” Tanya Anjali datar.
            Kiran terdiam.
            “Mengapa kau diam Kiran? kau tidak bisa menjawab?”
            “Nona, saya memang tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan anda. Tapi yang saya yakini bahwa cinta adalah rasa sakit yang manis. Tidak ada cinta yang tidak mengalami tantangan dan halangan. Anggap saja semua itu adalah jalan untuk mencapai cinta yang sempurna. “  Kiran tersenyum. Ia menghapus air matanya dan mengahpus sisa-sisa air mata di pipi Anjali.
            “Sekarang tersenyumlah, Nona. Saya mohon jangan tambah kesedihan yang meliputi istana ini.”
            “Maksudmu???”
            “Sekarang, seluruh penghuni Istana sedang bersedih. Kondisi Raja yash sedang Kritis.” Ujar Kiran. Wajahnya muram.
            “Benarkah? bukankah kondisi beliau sudah membaik?”
            “Ya, Namun dini hari tadi kondisi beliau kembali menurun dan sampai sekarang belum membaik.”
            “Kalau begitu, aku ingin menjenguk beliau. Bolehkah?” Kiran mengangguk girang. Matanya berbinar kerana berarti Anjali keluar dari kamarnya setelah 4 hari berdiam di kamar.
@@@
            Di depan kediaman pribadi Raja yash semua orang berkumpul. Baik pegawai, pelayan, bahkan pejabat Istana dan dewan kerajaan.  Wajah mereka terlihat khawatir dan bersedih. Bibir mereka berkomat kamit seperti memanjatkana doa untuk kedembuhan Raja mereka. Namun, pandangan mereka teralih melihat seorang yang menjadi trending topic seluruh kerajaan, Anjali. Anjali berjalan dengan ragu melewati kerumunan orang yang sedang memperhatikannya. Orang-orang itu memandangnya sinis karena mengaggpa Anjalilah yang menjadi penyebab menurunnya kondisi kesehatan Raja yash.
            “Nona, kita di sini saja.” Ujar kiran setelah menemukan tempat yang dianggap aman dari pandangan sinis orang-orang di sekitarnya terhadap Anjali.
            “Kenapa kita di sini Kiran? Bukankah Kediaman raja yash masih di sana? Bahkan, Kita masih belum berada di dalam Istana Raja yash.” anjali sedikit kesal
            “Mohon maaf, Nona. Tidak semua orang bisa memasuki Istana raja yash. Hanya Keluarga Raja, Dewan tinggi Istana dan tamu Raja yash saja.”
            Anjali diam. Pikirannya dongkol.
            “hanya ingin menjenguk saja, masih pilih-pilih” piker Anjali. wajhany cemberut.
            Selama berjam-jam Anjali hanya berdiri tanpa melakukan apapun. Ia terlihat sangat bosan. sesekali ia memainkan kaki-kainya, mengajak Kiran mengobrol serta memperhatikan para perawat dan dokter serta dewan istana yang keluar masuk dari istana Raja yash.
            “Aku ingin menjenguk raja yash langsung, Kiran. aku akan kesana.”
            “jangan, nona. Anda tidak akan dizinkan masuk.” Kiran menahan tangan anjali. namun Anjali tepis. Anjali langsung melangkahkan kakinya memasuki Istana raja Yash. sedang seluruh orang yang berkumpul di depan istana raja yash heran melihat apa yang tengah dilakukan Anjali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar