BECAUSE I LOVE YOU part 7
Dua mobil mewah pelan-pelan berhenti
di depan sebuah rumah sederhana namun pekarangannya dipenuhi banyak tanaman
hias. Pemilik rumah itu mengintip dari
balik jendela untuk mengetahui milik siapa di mobil itu karena dia tak memiliki
saudara ataupun kerabat yang mampu membeli mobil semacam itu. Tak berapa lama
kemudian, dua orang wanita dan seorang pria yang perwakannya sangat ia kenal
keluar dari salah satu mobil mewah itu.
“Raja Yash???” seru Tuan Sharma
Kaget. Segera ia merapikan bajunya dan keluar untuk menyambut Raja yang sangat
ia hormati.
“silahkan masuk maharaj!” Tuan Sharma
membukakan pintu dan mempersilahkan Raja Yash beserta kedua istrinya duduk
sedang beberapa pengawalnya berjaga di luar pagar.
“Maaf maharaj, inilah rumah saya,
maaf jika anda kurang nyaman. Dan hanya inilah yang bisa saya suguhkan” Tuan
Sharma meletakkan teh dan beberapa kue di meja depan Raja Yash dengan penuh
hormat. Ia memandang Raja Yash dengan penuh kekaguman dan keraguan karena ia
belum percaya bahwa Raja yang sangat junjung berada di hadapnnya sedang Ratu
Nandini dan Putri Seeta duduk saling berhadapan di samping
Raja Yash
“Tidak apa-apa, ini juga salah kami
tidak memberitahumu terlebih dahulu.” Raja Yash tersenyum. “sekarang duduklah”
sambung Raja Yash.
Tuan Sharma meletakkan nampan yang
ia pegang di bawah meja dan ia hendak duduk di lantai.
“duduklah di atas kursi” cegah Raja
Yash. Tuan Sharma kembali berdiri. “Kami adalah tamumu, aku dan kedua istriku
datang ke sini bukan sebagai raja ataupun ratu kerajan india yang harus
dilayani dan harus dihormati sedemikian rupa,
tetapi kami datang kesini sebagai orang biasa yang ingin bertamu karena
kami ada keperluan denganmu.sebagai orang tua. Jadi kau tidak perlu seperti
itu.”
Dengan ragu, Tuan Sharma duduk di
kursi tepat di hadapan Raja Yash.
Raja Yash memandang sekeliling
ruangan itu. Nampak rapi sekali dengan pajangan foto-foto Tuan Sharma dan
putrinya. Raja Yash mengambil sebuah potret Tuan Shrama yang berseragam dan
memeluk seorang putri kecil yang berada di meja kecil di sampingnya.
“Kau adalah tentara?” Raja Yash
mengembalikan foto itu ke tempatnya.
“ya, tapi sekarang saya sudah
pension.
“ini siapa? putrimu?” Tanya Ratu
Nandini menunjuk gadis yang dipeluk Tuan Sharama.
“ya,dia adalah putrid saya, namanya
Anjali.” Jawab Tuan Sharma bersemangat.
“Nama yang manis, semanis
orangnya.” Tuan Sharma tersenyum
mendegar pujian Ratu Nandini.
“dimana putrimu sekarang?” Putri
Seeta angkat bicara.
“dia sedang…” belum sempat Tuan
Sharma melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba saja sebuah suara memanggilnya dan
pintu terbuka.
“ayah,,, siapa sich orang yang
parkir di depan rumah kita….?” cerocos Anjali tanpa spasi. ia tak menyadari
bahwa ada orang lain selain ayahnya. Sedang ayahnya hanya mengedip-ngedipkan
matanya agar anjali melihat orang yang berada dihapan Tuan Sharma.
“Mentang-mentang mobil mewah, parkir
sembarangan. Mana sopirnya menyeram…” ucapan Anjali terputus. Ia menyadari
ayahnya tak sendiri. Walaupun sudah 10 tahun ia meninggalakn India, ia masih
bisa mengenali bahwa orang yang bersama ayahnya adalah Raja Yash yang fotonya
selalu terpampang di buku sejarahnya.
“Raja Yash…” ucap Anjali lirih.
“Maafkan putri saya Maharaj.” sesal
Tuan Sharam. Ia memebri isyarat agar Anjali member hormat pada raja Yash. Namun
Anjali bergeming.
“Tidak apa-apa. Silahkan duduk!”
Raja Yash tersenyum.
Om Sharma menarik tangan Anjali agar
duduk di sampingnya.
“Kau Anjali?” Tanya Raja Yash
“Ya.” Sahut Anjali tegas agak ketus.
“Kau lebih manis aslinya dari pada
fotonya.” Sanjung Ratu Nandini seraya dibenarkan Putri Seeta.
“Terimakasih.”
Raja Yash menoleh ke arah Ratu
Nandini dan Putri Seeta bergantian membri isyarat. Keduanya mengangguk
mengerti.
“Anjali, nampaknya ayahmu punya
banyak koleksi tanaman hias, maukah kau menemani kami melihat koleksi tanaman
hias ayahmu.” Ujar Putri Seeta ramah.
“Maaf, nyonya. Saya kurang paham
tentang masalah tanaman hias. Tetapi anda bisa Tanyakan langsung ke ayah.”
Anjali menekuk wajahnya. Dia terlihat kurang senang dengan permintaan Putri
Seeta. Om melotot tajam.
“Kalau hanya menemani, kamu pasti
bisa kan Anjali,?” Om sedikit mengeja kalimatnya dan menekan intonasi serta
melotot tajam pada Anjali.
“ya” sahut Anjali sangat terpaksa.
Suasana menjadi hening ketika Ratu
nandini dan Putri Seeta meninggalkan ruang tamu. Perasaan canggung meliputi
Tuan Sharma.
“Sebelumnya aku minta maaf atas
kedatanganku yang tiba-tiba. Akan tetapi kedatanganku kesini bukan hanya
sekedar untuk bertamu. Aku menginginkan sesuatu darimu.” ucap raja yash tanpa
basa-basi.
“Apa Maharaj? Apapun yang anda minta
dan anda perintahkan saya pasti akan melakukannya.”
“Aku menginginkan putrimu.” kata
Raja Yash datar penuh wibawa. Tuan Sharma melotot kaget.
“pu..putri saya?” Tanya Tuan Sharma tak mengerti. mengapa raja yash
menginginkan putrinya, untuk apa ia menginginkan putrinya. apakah ia mebutuhkan
pelayan istana? pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk dalm pikiran Tuan Sharma
“Ya, aku kesini untuk melamar
putrimu untuk putraku, Pangeran Rahul.”
“melamar? Anjali? Pangeran Rahul?
menikah? ah.. tidak mungkin…Anda pasti bercanda” Om mencoba mengatasi
kekagetannya.
“Ya, Aku akan menikahkan Pangeran
Rahul dengan Anjali.?”
Tuan Sharma tertunduk. Ia bimbang.
Di satu sisi Raja yang sangat ia junjung datang untuk melamar putrinya dan di
sisi lain ia tahu bahwa Anjali putrid yang sangat ia sayangi telah mencintai
orang lain. Ia juga tidak bisa membayangkan jika Anjali harus hidup
dlilingkungan Istana
“Maharaj, Anjali hanyalah anak dari
prajurit rendahan. Ia tidak pantas untuk bersanding dengan pangeran Rahul. Dan
saya yakin seluruh India akan menolaknya bahkan pangeran Rahulpun akan menolaknya.”
“Aku sudah memikirkan itu semua Om.
Setelah Anjali berada di Istana, itu semua adalah urusanku. Yang terpenting
sekarang apakah kau menerima lamaranku?”
@@@
Sejak kepulangan Raja Yash dan rombongannya,
tingkah laku ayah Anjali berubah. Ia menjadi ayah yang pendiam. Bahkan ia
selalu menghindari Anjali.
“Ayah, tadi dari jendela aku lihat
ada pengawal istana di depan rumah kita? untuk apa? apa ada barang raja yash
yang tertinggal.” Selidik Anjali pada ayahnya yang baru saja memasuki rumah.
“tidak,,, tidak apa-apa?” Om
berusaha menyembunyikan sebuah kotak di belakang badannya. Ia buru-buru
berjalan ke kamarnya.
“ayah…” Anjali berdiri di hadapan
ayahnya.
“sudah dua hari ini ayah tidak
bicara padaku. ada apa ayah? apakah ayah punya masalah? atau aku yang telah
menyakiti hatimu.?” Lanjut Anjali.
“Tidak ada.” Om langsung masuk ke
kamarnya.
@@@
Anjali menutup lid laptopnya.
Napasnya berat. Sonia hanya member kabar tentang kemajuan toko Anjali bukan kabar
tentang Aryaan. Anjali nampak sangat kecewa. Di sisi lain Anjali bingung dengan
perubahan sikap ayahnya akhir-akhir ini. Anjali menjatuhkan kepalanya di atas
meja. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar.
“Anjali, apakah kau di dalam?
bolehkah ayah masuk?” Suara Om terdengar di balik pintu.
“masuk saja ayah, pintunya tidak
dikunci.” sahut anjali sambil merapikan meja kerjanya.
Om langsung duduk di pinggir kasur
Anjali. Wajah Om tertunduk.. Om tak sanggup memandang Anjali.
“Anjali, ke sini putriku!” Om
menepuk-nepuk kasur di sampingnya. Anjali mengikuti keinginan ayahnya.
Kepalanya langsung disandarkan pada pundak ayahnya.
“Ada apa Ayah? Apa ayah mempunyai
masalah? sejak kemarin ayah hanya diam saja. tolong katakana sesuatu. Ayah
membuatku bingung.”
“Ayah sangat mencintaimu putriku.”
Om merangkul badan Anjali.
“Anjali juga mencintai ayah, bahakan
lebih dari hidupku.” Anjali spontan langsung mencium ayahnya. keduanya
tersenyum.
Suasana menjadi hening. Anjali
menutup kedua kelopak matanya. Ia nampak sangat nyaman berada didekapan Om.
Seperti segala beban dalam hatinya menghilang bersamaan dengan hembusan lembut
napas Ayahnya.
“Anjali, apakah selama ini ayah
pernah meminta sesuatu yang memberatkanmu?”
Anjali berpikir sejenak. Bola
matanya melirik kesana kemari.
“hm…tidak pernah. bahkan ayah tidak
pernah meminta apapun dariku. Hm… tapi tumben ayah bertanya seperti itu.”
Anjali menatap ayahnya penuh curiga.
“Seandainya ayah meminta sesuatu
darimu, apakah kau akan mengabulkannya?”
“Tentu saja. Apapun yang ayah minta,
pasti aku kabulkan. Asalkan tidak meminta aku untuk berlari mengelilingi India
saja” Keduanya tertawa.
Tawa Om terhenti mengingat apa yang
ia minta akan menyakiti Anjali. Raut wajahnya kembali berubah suram.
“Menikahlah dengan pangeran Rahul?”
Om memandang Anjali. Anjali terdiam. Ia nampak shock sekali. Namun 2 detik
kemudian, gelak tawanya meledak.
“wkwkwkwk…Ayah, ini lucu sekali.
Ternyata ayah punya bakat juga untuk menjadi komedian, wkwkw…” Anjali melirik nakal ayahnya.
“Ayah sedang tidak bercanda Anjali.
Ayah serius.”
“Sudah Ayah, sudah. Ini sudah
berlebihan. Ternyata kedatangan Raja Yash membuat ayah mempunyai selera humor
yang tinggi.” Ujar Anjali setengah meledek.
“Anjali, ayah serius.” Tangan Om
yang sudah mulai keriput memegang kedua pipi Anjali. Kedua mata Ayah dan anak
itu bertatapan. Anjali bisa melihat keseriusan ucapan Ayahnya.
“Kemarin, Raja Yash kesini untuk
melamar kamu. Raja yash melamarmu untuk menikah dengan Rajkumaar Rahul. Dan
besok lusa, kau akan dibawa ke istana untuk dididik menjadi anggota keluarga
istana sebelum kau secara resmi kau ditunangkan dengan Rajkumaar Rahul. Bahkan,
Ratu Nandini telah mengirimkan gaun yang akan kau pakai untuk ke Istana.” Om
meninggalkan Anjali dan beberapa saat kemudian kembali dengan kotak yang
kemarin ia sembunyikan dari anjali.
“Ini untuk kamu. Utusan pribadi Ratu
Nandini sendiri yang mengantarkannya ke sini kemarin.” Om menyodorkan kotak
berstempel kerajaan tersebut ke tangan Anjali. Tangan Anjali bergetar membuka
kotak itu. Di dalamnya terlipat rapi satu anarkali berwana kuning lengkap
dengan perhiasannya.
Anjali menatap sendu Ayahnya.
“ini tidak mungkin kan ayah? ini
tidak mungkin kan?” butiran bening meluncur bebas dari sudut mata anjali.
“maafkan ayah anjali…maafkan ayah…ayah
tidak kuasa menolak permintaan Raja Yash”
Ujar Om seraya terduduk lemah di hadapn Anjali. Ia menyadari
keputusannya akan sangat menyakiti hati putri kesayangannya.
“Tidak mungkin…tidak mungkin…”
anjali histeris. Ia buang kotak yang ia pegang hingga isinya berhamburan. Ia
langsung membenamkan wajahnya di bantal. Badannya berguncang seirng isak
tangisnya.
“maafkan ayah anjali.” gumam Om
hampir tidak terdengar.
@@@
“Anjali, dari kemarin kau belum
makan. Ayolah nak makan. Kau akan sakit.”
Anjali bergeming. Matanya menatap
kosong pada Jendela kamarnya yang menghadap ke arah pagar rumahnya.
“Anjali,,,,Ayah tahu kau pasti
kecewa pada Ayah. Kau berhak marah pada ayah. Ayah memang bukan ayah yang baik.
Ayah tidak bisa membahagiakanmu.” Om memgang pundak anjali. Namun segera di
tepis. Air mata anjali kembali menetes. Ia semakin memeluk erat selembar foto
di pelukannya.
“Anjali….” ujar Om penuh harap.
Namun Anjali semakin larut dalam tangisnya.
@@@
Pintu depan rumah terbuka. Terdengar
suara langkah kaki yang tertatih keluar dari rumah. Sesosok bayangan yang
sedang berjalan menuju pagar rumah terlihat dari kamar Anjali.
“Ayah, mau kemana dia? buat apa dia
berpakaian seragam tentaranya? buat apa?” piker Anjali.
Om melambaikan
tangannya ke arah jendela Anjali. Om meyakini bahwa Anjali melihatnya.
“Selamat tinggal anjali.” gumam
ayahnya. seraya berjalan menuju pagar.
“ayah….ayah….” teriak Anjali sambil
berlari. Om menghentikan langkahnya.
“ayah mau pergi kemana?”
“Ayah akan menemui Raja Yash.”
“Untuk apa?”
“Untuk membatalkan rencana
pertunanganmu dengan pangeran Rahul.”
“Lalu, kenapa ayah harus berpakaian
seperti ini.?”
“Ayah adalah seorang prajurit,
Anjali. Sampai kapanpun Ayah adalah seorang prajurit yang akan selalu patuh
pada semua perkataan rajanya. Perkataan raja adalah hokum yang harus dilakukan
bagi seorang prajurit seperti ayah. Namun jika prajurit itu tidak bisa
melakukannya, maka hukuman yang pantas baginya adalah kematian.” (sorry...agak lebay dikit....hehe...)
Anjali menyadari sebegitu besar
ayahnya mencintai profesinya, mencintai rajanya.
Om memegang tangan Anjali, dan
menciuminya seraya menghapu air mata anjali.
“Aku memang seorang prajurit, tapi
aku juga seorang ayah. Hal yang paling menyakiti bagi seorang ayah adalah
melihat putrinya menangis. Seorang ayah bisa mnegorbankan apapun, bahkan harga
dirinya untuk kebahagiaan putrinya. Jika hidup ayah akan mengembalikan
senyumanmu, Ayah akan melakukannya Anjali.”
“Ayah…”
“Berhentilah
menangis…tersenyumlah….bertahun-tahun ayah kehilangan senyummu, dan ketika
senyum itu telah kembali, ayah tidak akan sanggup mengambilnya. Kembalilah ke
San Fransisco. Ayah yakin Aryaan sudah menunggumu di sana. Semoga kau bahagia
Anjali.” Om mengecup kening Anjali sebagai salam perpisahan. Anjali tak kuasa
Manahan keharuannya. Ia langusng memeluk ayahnya dan menangis di pelukannya.
“Anjali mohon, jangan pergi. Maafkan
Anjali, ayah. Anjali akan melakukan apapun kemauan ayah. apapun permintaaan
ayah. jika ayah bahagia, anjali juga bahagia.” Anjali melepaskan pelukannya.
“Aku akan menikah dengan pangeran
Rahul.” Ucap Anjali tegas.
@@@
Suara jepretan dan kilatan kamera
wartawan mengiringi laju mobil yang membawa Anjali memasuki ke lingkungan
Istana. Istana New Palace, istana dimana kepala Negara India dan keluarganya
tinggal. Istana dimana budaya, adat dan istiadat India dijalanakan dan
dipertahankan. Mata anjali menerawang jauh memendang kemegahan Istana New
Palace. Selamat tinggal kebebasan! selamat datang segala aturan!
Di depan pintu utama Istana, Ratu
Nandini dan Putri Seeta beserta beberapa pelayan istana berdiri dengan senyum
mengembang di bibir mereka menyambut kedatangan calon Putri mahkota mereka.
“Selamat datang di rumah kami,
Anjali!” seru Ratu Nandini ketika kaki Anjali menginjakkan pertama kali di bumi
Istana.
“Semoga kau bahagia dan membawa
kebahagiaan untuk rakyat India.” Putri Seeta mengalungkan rangkaian bunga.
Anjali hanya tersenyum tipis.
“Anjali, perkenalkan, ini Kiran. Dia
yang akan bertanggung jawab padamu di sini. Dan dia juga yang akan membantu
segala kebutuhanmu dan dia juga yang akan menjagamu.” Putri Seeta memperkenalkan seorang gadis di sampingnya.
“Salam,Nona!” Ucap gadis itu renyah.
@@@
Gadis yang akan menemani Anjali itu
bernama Kiran. Kiran lebih muda dari Anjali. Namun Kiran lebih tinggi dari
Anjali dan ia memliki postur tubuh yang tegap. Dimata Anjali, Ia tidak cocok
menjadi pelayan, tetapi lebih cocok menjadi seorang polisi. (anggap aja
Kiran itu Bipasha Bashu).
“Apa ini Kiran?” Tanya Anjali tak
mengerti. Kiran tidak membawa Anjali ke kamarnya, namun Anjali dibawa ke sebuah
kotak transparan dengan alat-alat yang pertama kali Anjali temui.
“Tenanglah, Nona. Ini bukan apa-apa.
Ini hanya prosedur pengamanan istana.” kiran memeprsilakan Anjali untuk
memasuki kotak transparan itu.
“Ini adalah body scan. Alat itu akan
menyimpan semua informasi Anda, seperti sidik jari, suara, kornea, detak
jantung. Semua ini diperlukan agar anda diidentifikasi sebagai penghuni baru
Istana ini. Jika seseorang yang tidak teridentifikasi memasuki Istana, maka
alat pendeteksi akan berbunyi dan memperingatkan seluruh penghuni istana untuk
bersiaga”
“Haruskah aku melakukan ini semua?”
“ya, Nona. Ini adalah cara kami
untuk melindungi penghuni istana ini, terutama raja dan ratu beserta
keluarganya, dan anda akan menjadi keluarga istana ini. Dan kami tidak ingin
sesuatu yang buruk terjadi pada Anda.”
@@@
“Nona, karena anda adalah orang
special maka tidak seperti calon-calon istri pangeran mahkota terdahulu yang
ditempatkan di Paviliun tamu, Anda akan ditempatkan di Paviliun Chandnii. Dan
ini dia pavilion chandnii…” seru Kiran.
“Pavilion ini adalah ruangan yang di
design langsung oleh pangeran rahul. Makanya designnya agak berbeda dari design
Istana pada umumnya. tapi menurut saya pribadi, Pangeran Rahul mempunyai taste
yang bagus.” celoteh Kiran. Anjali hanya memperhatikan detail exterior pavilion
yang bergaya minimalis. Tidak seperti design Istana pada umunya yang bergaya
glamor, pavilion ini seperti rumah.
“Silahkan anda membukanya.” Kiran
menunjuk sebuah alat yang terpasang di sisi pintu.
“Aku?”
“Ya, pintu ini hanya bisa terbuka
dan terkunci oleh Anda dan Pangeran Rahul. Jadi saya mohon, jika Anda tidak
keberatan jangan mengunci pintu karena ini kana menyulitkan saya dan pelayan
yang kan membersihkan pavilion ini.” Kiran tersenyum.
@@@
Rapat gabungan antara kepala Negara
dan kepala pemerintahan kerajaan india yang dijadwalkan pukul 10.00 Wib di
Istana perdana menteri belum dimulai. Sambil menunggu kedatangan perdana mentri
yang terjebak macet, Rahul membuka Tablet pribadinya. Rupanya Rahul sedang
membaca berita tentang kedatangan Anjali ke Istana yang menjadi trending topic
worldwide saat itu.
“Aku dengar kau memberikan pavilion
pribadimu untuk ditempati oleh Anjali?, Bukankah kau tidak menginginkan Anjali
di Istana?” sindir Raja Yash pada Rahul yang duduk di sampingnya.
“saya tahu bahwa saya tidak bisa
mencegah apa yang ingin anda lakukan. Sebagai orang yang mencintai anjali, saya
hanya ingin dia merasa nyaman. oleh sebab itu saya harap pavilion itu bisa
membuat dia merasa tinggal di sebuah rumah sehingga ia merasa nyaman berada di
Istana.”
“Jujurlah, Rahul! bahwa sebenranya
kau memang menyiapkan pavilion itu untuk tempat tinggalmu kelak dengan Anjali,
bukan?” ujar raja yash sedikit meledek. Rahul hanya diam.
@@@
“Nona…bangun Nona. hari sudah pagi.”
Kiran menggoncangkan tubuh anjali yang tertidur di samping kasurnya dengan
kepala yang hanya menempel di sisi kasur kasur.
“Aryaan… jangan tinggalkan aku.
jangan…ku mohon.” Anjali langsung memeluk kiran erat. Butiran bening mengalir dari sudut matanya.
Kiran bingung mendapati Anjali yang mengigau tak karuan tentang Aryaan.
“Nona, bangunlah! saya Kiran.” Kiran
menepuk-nepuk lembut pipi Anjali.
“Kiran…” Anjali membuka mata.”
se..sejak kapan kau di sini.” sambungnya terbata-bata sambil mengusap sisa air
matanya. Mata Anjali nampak sayu dan bengkak.
“Sejak tadi Nona.” Kiran tersenyum.”
Nona, tidak apa-apa kan? Apakah Nona menangis?” Tanya Kiran khwatir yang
melihat mata Anjali sembab dan sayu.
“aku tidak apa-apa” kilah anjali.
Kiran bernapas lega.
“Kalau begitu silahkan Nona
menyiapkan diri. Kami sudah menyiapkan peralatan mandi Anda. Kepala rumah
tangga sudah mengatur sarapan pagi anda dengan pangeran Rahul.”
“Pangeran Rahul?” mata Anjali
terbelalak
“Ya, Nona. Kepala Rumah Tangga
Istana telah mengatur bahwa Anda dan Pangeran Rahul akan sarapan bersama setiap
hari. Tentunya jika Pangeran Rahul tidak dalam perjalanan dinas. Ini semua
adalah permintaan langsung Ratu Nandini dan Putri Seeta agar kedekatan anda dan
pangeran rahul semakin terjalin.”
“bisakah aku sarapan sendiri saja
seperti kemarin.” rajuk Anjali.
“tidak bisa, Nona.” Anjali
menghembuskan napas. Ia kecewa karena ia belum siap untuk bertemu dengan Rahul,
calon tunangannya.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar