Kamis, 12 Mei 2016

FANFICTION BOLLYWOOD BECAUSE I LOVE YOU part 3



BECAUSE I LOVE YOU part 3
Aryaan membawa perubahan besar bagi hidup Anjali. Sekarang Anjali sudah belajar untuk tersenyum bahkan tertawa kembali dan melupakan beban di hatinya. Bahkan Aryaan membuat Anjali merasa lebih hidup.
            Bagi Anjali aryaan tidak lagi hanya pegawainya, Aryaan sudah dianggap sebagai sahabatnya. Oleh sebab itu Anjali sudah melarang Aryaan memanggilnya dengan sebutan nona ataupun anda. Lambat laun muncullah rasa nyaman dalam hati Anjali ketika bersama Aryaan, bahkan Anjali bisa menceritakan kehidupnnya yang tak pernah ia ceritakan pada orang lain. Seperti saat ini, ketika Anjali dan Aryaan tidak langsung pulang ke rumah melainkan masih duduk-duduk santai di taman dekat toko Anjali.
            “anjali, kau bilang kau tinggal di rumah milik paman Kiron kerena ayahmu yang menyuruh. Tapi anjali, rumah itu kurang cocok untukmu. Apalagi sepertinya di sana lingkungannya sepi dan biasanya rawan criminal.” Seloroh Aryaan.
            “iya sich Aryaan, tapi aku belum mendapatkan izin dari ayahku. Di sini hanya paman Kiron yang ayah kenal. Dan aku tidak ingin membuatnya khawatir.” Ucap anjali seraya meneguk the hangat yang tadi dibelinya.
            “kau sangat mencintai ayahmu?” Tanya Aryaan. Dia menoleh kea rah anjali.
            “lebih dari hidupku.”sahut Anjali singkat sambil menoleh kearah aryaan. Sepersekian detik mata mereka beradu. Buru-buru keduanya mengalihkan pandangannya masin-masing.
             Mata anjali menerawang jauh ke langit. Dia membayangkan wajah ayah yang sangat dicintainya. Dengan bersemangat anjali menceritakan kebersamaan dengan ayahnya. Aryaan dengan senag hati mendengarkan sambil sesekali merespon pertanyaan Anjali.
            “wow..ayah yang hebat… bagaimana dengan ibumu?” Tanya Aryaan penasaran.
            “ibu?” gumam anjali, raut wajahnya mulai berubah. Ia mnundukkan kepalanya dan hanya memainkan gelas the di tangannya.
            “kenapa Anjali?” Tanya Aryaan setelah melihat perubahan raut muka anjali.
            “tidak apa-apa” anjali mengusap air mata yang hendak jatuh ke pipinya. Ia berusaha untuk tetap tersenyum.
            “kau menangis? Apa pertanyaanku menyinggungmu? Kalau pertanyaanku membuatmu sedih kau tak perlu menjawabnya” aryaan merasa bersalah.
            “aku sadar pada akhirnya kau akan menanyakan ini padaku, Aryaan. Mungkin kalaupun Sonia yang bertanya, aku tidak akan menjawabnya. Tapi karena kau yang bertanya dan aku percaya padamu maka akan menjawab pertanyaanmu.” Anjali menghela napas. Ia mencoba untuk menenagkan dirinya.
            “Ayahku adalah seorang tentara India. Ia adalah tentara yang baik. Aku sangat bangga padanya. Suatu hari ayahku menolong seorang wanita yang pingsan di tengah jalan dan ayahku langsung jatuh hati pada wanita itu. Dengan bermodalkan cinta ayahku berani melamar wanita itu. Sebenarnya wanita itu sudah menolaknya karena merasa dunianya tidak pantas dengan ayahku. Tapi ayahku berusaha meyakinkan wanita itu dan berjanji akan membahagiakannya. Akhirnya wanita itu luluh, dia meninggalkan dunianya dan menikah dengan ayahku.” Mata Anjali menerawang
            “hm…happy ending…” seru Aryaan
            “ceritanya belum berakhir Aryaan. Itu masih awalnya. Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga biasanya membwa kebahagiaan bagi orang tuanya. Tapi tidak bagi ibuku. Tuntutan ekonomi yang semakin meningkat membuat ibuku itu berubah. Dia sering marah-marah pada ayahku dan ayahku hanya bisa mengalah. Ayahku sadar bahwa gajinya sebagai tentara rendahan memang hanya cukup untuk kebutuhan pokok, sedangkan ibuku yang sudah terbiasa hidup mewah tidak bisa menerimanya. Akhirnya ketika aku masih berumur 4 tahun, dia pergi meninggalkan aku dan ayahku. Dia kembali ke dunianya. Walaupun ayahku sudah memohon padanya berkali-kali.” Anjali mengakhiri ceritanya. Sebutir air mata jatuh dari mata indahnya.
            “dan kau tahu aryaan, dunia apa yang tidak bisa ibuku tinggalkan?” anjali menanyakan pertanyaan rhetoric
            “dunia malam. Ibuku adalah seorang wanita penghibur. Bahasa halus dari seorang…pelacur.” Anjali hampir tak kuasa menyelesaikan kalimatnya
            “pelacur?”
            “yeah…ibuku seorang wanita penghibur. Ibuku seorang pelacur Aryaan.” Air mata anjali mengalir deras.
            “kenapa kau menangis Anjali? Kau membencinya?”
            “aku tidak bisa membencinya. Seberapapun aku berusaha untuk membencinya, usahaku tetap saja gagal. Aku sangat menyayanginya. Tapi rasa sayang ini menyakitiku, Aryaan.” Isak Anjali.
            “kau menagis karena itu.?
            “tidak, aku bisa menahan rasa sakitku. Tapi aku tidak bisa menahan ocehan dan cemoohan orang-orang di sekitarku.”
            “tapi orang-orang di sini tidak ada yang melakukan hal itu Anjali.”
            “karena mereka tidak tahu hal itu. Sejak aku pindah ke sini, aku berjanji tidak akan mengungkit hal itu. Aku tidak mau menagis lagi. Walaupun tetap saja aku sering menagis.” Anjali mengusap air matanya dan mencoba untuk tersenyum untuk menguatkan dirinya. Dalam hati, aryaan ingin memeluk Anjali untuk menguatkannya.
            “kau tidak ingin kembali ke India? Ke kampong halamanmu?”
            “aku ingin kembali, tapi aku belum siap menghadapi omongan masyarakat di sana. Kau tahu Aryaan? Masyarakat kampong halamanku selau mengatakan aku sama seperti ibuku dan mereka menyangka aku bisa hidup di sini karena aku melakukan hal yang sama seperti ibuku…. Dan kau? Apakah setelah kau tahu semua ini, kau akan berpikiran sama seperti mereka?”
            “kau memang dilahirkan dari rahim seorang wanita penghibur. Tapi kau dan ibumu berbeda. Apa yang dilakukan ibumu bukan tanggung jawabmu. Dan kesalahan ibumu tidak bisa ditimpakan kepadamu. Anjali, aku minta maaf jika pertanyaanku membuatmu menangis. Aku janji, tidak akan menanyakan hal itu lagi. Aku juga janji, aku akan membuatmu tidak menangis lagi dan membuatmu bahagia… sudahlah, aku capek melihatmu sedih…. Sekarang tersenyumlah…” Aryaan menghapus air mata anjali yang masih tersisa dan tanpa diminta dua kali anjali langsung menyunggingkan senyumnya.
            Malam itu Aryaan dan Anjali menghabiskan kebersamaan mereka dengan bercanda dan membicarakan diri mereka. Tak henti-hentinya Anjali dibuat tertawa oleh tingkah Aryaan. Sampai kemudian jam 12 malam dimana taman mulai sepi. Hanya bunyi hewan malam yang terdengar. Yeah, orang-orang sudah pergi meninggalkan taman. Hanya mereka berdua yang tersisa. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
            Sebenarnya Aryaan ingin mengantarkan Anjali namun Anjali lebih memilih pulang sendiri menggunakan Taxi. Untunglah di malam yang sudah larut masih ada taxi yang masih beroperasi.
            “see you tomorrow Aryaan…!!!” anjali melambaikan tangannya sambil tesenyum dan dibalas juga dengan lambaian tangan oleh Aryaan dengan senyumnya. Kemudian Anjali langsung memasuki Taxi. 3 detik kemudian taxi itu sudah pergi meninggalkan Aryaan yang masih memandanginya sampai hilang dibalik tikungan. Pandangan Aryaan tak bisa lepas dari taxi itu dan pikirannya tak lepas dari Anjali. Perasaan Aryaan selalu mengatakan bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk pada Anjali namun ia tepis jauh-jauh.
@@@
            Taxi Anjali membawanya melintasi jalan raya yang sudah mulai lengang. Mata anjali menerawang jauh menikmati sunyinya kota San Fransisco di malam hari.
            “kring…” bunyi ponsel sopir taxi itu berbunyi. setelah menyentuh layar ponselnya ia mulai berbicara melalu handfree.
            “apa???” seru sopir taxi itu. Secara reflex ia menekan rem sehingga membuat Anjali tersentak kaget.
            “ada apa pak?”
            “maaf nona, istri saya terjatuh di kamar mandi dan mengalami pendarahan. Sekarang ia harus dilarikan ke rumah sakit karena harus melahirkan. Dia membutuhkan saya Nona.” Ujar sopir itu panic.
            “oh… I see. Kalau begitu saya turun di sini saja. Saya mengerti bapak harus menemani istri anda. Istri anda sangat mebutuhkan Anda sekarang.” Kata Anjali tenang. Ia menyunggingkan senyumnya untuk memberikan isyarat pada sopir itu bahwa ia tidak keberatan. Ia ambil uang dari dalam dompetnya dan memberikan bayaran taxi itu.
            “tapi nona…” sopir itu masih merasa tidak enak.
            “tenang saja pak, rumah saya sudah dekat. Itu rumah saya.” Anjali menunjuk rumah yang berdiri 200 meter dari taxi itu. Anjali langsung turun dari taxi itu dan berjalan santai menuju rumahnya.
@@@
            Sementara itu, pikiran aryaan tetap tertuju pada Anjali. Hatinya tidak tenang. Perasaanya selalu mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi pada Anjali. Ia mencoba untuk menepisnya, namun usahanya sia-sia. Ia tetap saja memikirkan anjali. Akhirnya Aryaan memutuskan untuk menyusul Anjali untuk memastikan keadaanya. Ia memutar arah dan mengayuh sepadanya menuju  rumah Anjali.
@@@
            Jalan menuju rumah anjali sangat sepi. Jarang sekali kendaraan yang melewatinya. Yeah, karena rumah anjali memang jauh dari pemukiman warga. Hanya ada semak belukar yang tubuh di kanan kiri jalan yang semakin terasa gelap karena lampu penerangan yang minim.
            Denga santainya anjali melangkahkan kakinya sambil menyenadungkan lagu rock kesukaannya. Hari ini ia merasa damai sekali seperti tidak merasakan beban dalam hatinya. Hembusan angin malam membuat Anjali merasa kedinginan. Ia kancingkan sweeternya dan mendekapkan tangannya untuk menjaga suhu tubuhnya tetap hangat.
            Dari kejauhan terdenga deruman sepeda motor trill diiringi cekikan gelak tawa mendekat ke arah anjali. Perasaannya mulai tidak enak. Anjali mulai mepercepat langkahnya agar segera sampai di rumah.
            “sebentar lagi…” gumam Anjali menyemangati dirinya. Namun sayang, beberapa detik kemudian 2 sepeda motor sudah tepat berada di depannya. 2 orang laki-laki turun dari sepeda motornya, sedang satu orang tetap di sepeda motor dengan botol alcohol di tangannya.
            “wow, john, nampaknya ada gadis manis yang butuh pertolongan…” ujar pria yang memakai kaos biru sambil tertawa. Dengan langkah yang agak sempoyongan kedua pria itu mendekati anjali.
            “hei manis, kok malam-malam gini jalan sendirian?” Tanya pria yang bernama Jhon itu. Ia hendak mencolek pipi Anjali namun Anjali menepisnya. Kedua pria itu tertawa.
            “bolehkah kami mengantar nona?” ujar pria yang satunya yang dipanggil Alex. Ia melirik nakal pada Anjali.
            “maaf tuan saya rasa tidak perlu. Rumah saya sudah dekat.” Ujar Anjali bersikap tenang. Kemudian ia hendak pergi namun tangannya ditahan oleh jhon.
            “kalau begitu, kita ke rumah nona untuk bersenang-senang…?” goda Alex. Ia mencolek wajah Anjali. Anjali menepisnya dan kemudian menamparnya. Jhon tersinggung, matanya nanar. Bob, sang pemimpin preman-preman itu hanya tertawa dari posisinya melihat Alex yang ditampar oleh Anjali. Anjali menyadari keadaanya yang sedang terancam. Ia melihat Alex sedang meringis kesakitan di pipinya. Ia menyadari saat itulah waktu yang tepat untuk melarikan diri. Ia sikut Jhon yang menahan tangannya sehingga terlepas dan menendang Alex yang berada di depannya. Segera ia lari sekuat tenaga. Tak tinggal diam Alex dan Jhon serta Bob mengerjarnya.
            “tolong….toloooong….toloooonggg….” teriak Anjali sekeras-kerasnya. Berharap seseorang datang menolongnya. Anjali terus berlari sekuat-kuatnya. Namun sayang tenaga Preman-preman itu terlalu besar sehingga dengan mudah mereka mampu menangkap Anjali dengan mudahnya.
            “mau kemana manis?” sergah Alex. Ia memilintir kedua tangan Anjali ke belakang.
            “tolong, jangan sakiti saya. Kalian boleh mengambil seluruh perhiasan saya, tapi saya mohon jangan sakiti saya…..saya mohonnn….”Anjali menangis mengiba. Dengan tenaga yang tersisa ia tetap berusaha untuk melepaskan diri dari Alex. Melihat itu pria-pria itu hanya tertawa terbahak-bahak.
            Bob, sang pemimpin geng itu, yang sedari tadi diam mendekati Anjali. Tangan kanannya mengakat wajah Anjali dan menahannya sehingga ia bisa melihat wajah Anjali yang sedang ketakutan. Ia tersenyum sinis penuh kemenangan.
            “kami bukan perampok, jadi kami tidak butuh perhiasan murahanmu itu. Tapi tenag saja, kami tidak akan menyakitimu. Kami hanya ingin bersenang- senang denganmu nona…haha….” Bob mengelus pipi Anjali. Isak tangis Anjali semakin menjadi. Tawa preman-preman itu makin menjadi.
            “haha…sudahlah nona, jangan menangis, kau juga akan menikmatinya. haha….”
            Dan “cuihhhh” ludah Anjali mendarat tepat di wajah Bob. Pria itu tersinggung dan “plak” sebuah tamparan mendarat di pipi Anjali. Saking kerasnya tamparan Bob membuat pelintiran Alex terlepas. Anjali jatuh tersungkur. Darah segar mengalir di sudut bibirnya. Anjali meringis kesakitan. Bob menjambak rambut Anjali dan menariknya ke belakang sehingga wajahnya menatap tepat ke arah Bob.
            “aku sudah bersikap lembut padamu, tapi kau menginginkan cara yang kasar ya…. Jhon, Seret dia”
            Denga kasar, Jhon menarik rambut Anjali dan menyeretnya menuju ke semak-semak tak jauh dari pinggir jalan. Anjali hanya bisa menangis memohon agar dilepaskan. Namun ketiga pria itu hanya tertawa melihat kesakitan Anjali.
@@@
            Seorang pria dengan sepeda mininya menembus jalan untuk menemui Anjali. Aryaan. Pria itu adalah Aryaan. Pikirannya tak bisa lepas dari bayangan Anjali. Ia kayuh sepedanya lebih cepat agar bisa segera sampi ke rumah Anjali untuk memastikan keadaanya baik-baik saja.
            Ketika akan sampai ke rumah Anjali, ia melihat tiga orang pria sedang tertawa terbahak-bahak. Dan terlihat salah satu dari mereka sedang menyeret sesuatu. Ia penasaran namun ia tepis karena ia ingin segera sampai ke rumah Anjali. Aryaan terus saja mengayuh. Akan tetapi hati kecilnya menyuruh dia untuk kembali ke tempat pria-pria itu. Ia memutar balik sepdanya dan pergi mnuju gerombolan pria-pria tersebut.
            “hei, apa yang sedang kalian lakukan?” Tanya Aryaan penasaran. Ia kaget mengetahui bahwa ternyata pria-pria itu sedang menyeret seseorang. Namun karena gelap Aryaan tidak tahu siapa seseorang yang sedang tertelungkup di pasir tanpa daya.
            Bob, sebagai pimpinan mendekati Aryaan.
            “hei bung, ini bukan urusanmu. Kami hanya ingin bersenang-senang. Sekarang kau pergilah.” Ucap Bob sombong. Ia semburkan asap rokok ke wajah Aryaan. Aryan mencoba menghindar.
            Di sisi lain, diantara kesaadran yang tersisa, sayup-sayup Anjali mendengar suara Aryaan. Ia mencoba dengan sisa-sisa tenaga yang tersisa berteriak minta tolong, namun suaranya tercekat di tenggorokan.
            “tidak, aku tidak akan pergi sebelum kalian lepaskan orang itu.” Aryaan masih belum menyadari orang yangs sedang tertelungkup lemas itu.
            “kami tidak akan melepaskan pelacur yang tidak tahu berterima kasih.”  Jawab bob enteng. “sekarang kau pergilah atau kau akan bernasib sama seperti wanita ini.” tantang Bob.
            “aku tidak akan pergi sebelum membawa wanita itu. Walaupun dia pelacur, kau tidak berhak memperlakukan dia seperti itu.” Aryaan hendak melangkah ke arah wanita itu namun Bob menahannya.
            ‘kalau begitu kau ingin cari masalah denganku” ucap Bob.
            Dan “bukk” sebuah tinju mengarah tepat ke pelipis Aryaan. Aryaan jatuh tersungkur. Kepalanya pening. Ia mnyapukan pandangannya ke sekeliling untuk mengontrol dirinya. Dari sudut matanya ia melihat sebuah tangan dengan sebuah cincin yang sangat ia tahu siapa pemiliknya. Anjali. Aryaan menyadari bahwa wanita yang sedang preman-preman itu seret adalah Anjali. Emosi Aryaan memuncak. Ia menghajar Bob, alex dan Jhon dengan membabi buta. Terjadilah pertarungan Aryaan melawan preman-preman itu. Dengan kemampuan beladirinya, Aryaan mampu mengalahkan kawanan preman itu sehingga mereka lari terbirit-birit.
            Setelah itu, Aryaan langsung berlari mendekati Anjali yang sedang tertelungkup di pasir tanpa daya.
            “Anjali…” panggil Aryaan seraya ia balikkan tubuh Anjali sehingga ia bisa melihat wajahnya.
            “Aryaan…” sahut Anjali lirih. Tangan Anjali hendak menyentuh wajah Aryaan namun terjatuh. Anjali pingsan.
            @@@
             Dengan sisa tenaganya, Aryaan menggendong Anjali menuju rumahnya. Sepanjang jalan Aryaan mengukuti dirinya karena membiarkan Anjali pulang larut malam sendirian sehingga Anjali harus mengalami kejadian buruk. Dengan hati-hati Aryaan membawa Anjali masuk rumah agar paman Kiron tidak mengetahuinya. Namun sayang, Paman Kiron sedang berada di kursi depan pintu Anjali dengan Koran menempel di wajahnya yang sedang tertidur.
            Aryaan berjalan ke sisi kanan Paman kiron. Di turunkan kaki Anjali dan menahan badan Anjali dengan tangan kirinya. Aryaan mencoba membuka knop pintu tapi sayang terkunci rapat. Paman Kiron yang mendengar suara knop pintu langsung terjaga, ia kaget melihat seorang laki-laki berdiri hendak membuka pintu rumah yang disewaknnya.
            “hei, siapa kamu? Kau mau merampok ya?” cecar Paman Kiron
            “saya Aryaan Paman, saya hanya ingin mengantarkankan Anjali. Dia sedang sakit.” Jawab Aryaan ramah. Paman Kiron mendekati Anjali dan memperhatikannya dengan sinis
            “hei Anjali, bangu! Aku tahu kau hanya berpura-pura sakit agar tidak bayar uang sewa hari ini kan? kau sudah terlambat satu hari. Aku butuh uang sekarang. Kau tahu aku menuggumu dari tadi sore. Anjali…. bangun” Paman Kiron menggoncang-goncangkan tubuh Anjali dengan kasar.
             Melihat hal itu emosi Aryaan kembali memuncak. Wajahnya merah padam. Tangannya mengepal. Dengan beringas ia tarik kerah baju Paman Kiron dan memelintirnya hingga pria tua itu tercekik dan mengangkatnya ke atas. Pelan namun pasti kaki paman kiron tidak lagi berada di tanah.
            “hei turunkan aku!!!” pinta Paman Kiron terbata-bata. Napasnya tersengal-sengal. Ia nampak ketakutan sekali.
            “ayah Anjali menitipkana Anjali ke Paman untuk Paman jaga, bukan untuk Paman marahi jika ia terlambat bayar sewa. Kalau Ayah Anjali tahu, beliau pasti akan membunuh Paman. Paman hanya tahu bagaimana cara menagih uang sewa pada Anjali, tapi Paman tidak sekalipun mendengar ketika Anjali butuh pertolongan. Apa Paman tahu kalau Anjali hampir kehilangan kehormatannya???”  bentak Aryaan geram.
            “kalau sampai terjadi sesuatu pada Anjali, aku akan membunuhmu…” Aryaan mengencangkan cekikannya. Sehingga membuat Paman Kiron semkain kesulitan bernapas. Keringat dingin mulai bercucuran dari wajah Paman Kiron.
            “ampun… aamppuun… tolong turunkan saya!!! Jangan bunuh saya, saya masih ingin hidup.”  Ucap Paman Kiron mengiba. Suaranya terbata-bata. Nampak sekali ia berusaha mengeluarkan suara di tengah usahanya untuk tetap bernapas.
            “brukk” Aryaan melepaskan cekikannya sehingga membuat Paman Kiron jatuh tersnungkur. Paman kiron yang sedari tadi kekurangan oksigen terbatuk-batuk untuk menyeimbangkan oksigen dalam tubuhnya.
            “sekarang, buka pintu ini cepaat!!!!” hardik Aryaan dengan emosi.
            Dengan gemetaran Paman Kiron membuka pintu rumah Anjali dan langsung lari terbirit-birit menuju rumahnya, Aryaan menggendong kembali anjali dan membawanya masuk. Kemudian menidurkannya anjali di kasurnya.
            @@@
            Dengan telaten Aryaan merawat Anjali. Ia bersihkan luka-luka di tangan dak kaki anjali serta di wajahnya dengan air hangat. Di sudut bibirnya terlihat bekas kebiruan.Aryaan memandang lembut wajah anjali, nampak jelas dari wajahnya terlihat bahwa anjali telah mengalami hal yang buruk. Aryaan mengusap lembut tangan Anjali dan menciuminya.
            “Anjali, ku mohon sadarlah!” bisik Aryaan lembut. Timbula ras apemnyesalan Aryaan, mengapa ia tidak memaksa untuk mengantarkan Anjali pulang, aryaan masih belum bisa memaafkan dirinya. Tak terasa sebutir air mata Aryaan jatuh dan negalir mebasahi tangan Anjali. Mata Anjali mulai terbuka. Ia nampak histeris ketika melihat Aryaan berada di sampingnya.
            “ku mohon jangan sakiti saya, jangan sakiti saya…!!! Teriak Anjali ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat. Ia menjuhi Aryaan ke pojok tempat tidur.
            “Anjali, ini aku Aryaan… aku tidak akan menyakitimu…” ujar Aryaan mencoba menenangkan Anjali.
            “pergi…pergi…” teriak Anjali. Ia melemparkan benda-benda di dekatnya ke arah Aryaan. Aryaan mendekati Anjali, meraih tangannya dan menahannya dengan kuat. Anjali meronta-ronta histeris.
            “ Anjali, lihat aku… lihat aku.. aku Aryaan… lihat mataku!!!” kata Aryaan dengan nada agak keras. Dengan ketakutan Anjali mulai mengarahkan wajanhya pada Aryaan.
            “aku Aryaan Anjali, aku tidak akan menyakitimu…” ucap Aryaan lembut. Anjali mulai tenang, ia menyadari bahwa orang di hadapannya adalah Aryaan, bukan berandalan tadi.  Tangis Anjali mulai pecah. Aryaan langsung memeluk Anjali.
            “aku takut Aryaan, aku takuut….” Isak Anjali. Ia memeluk Aryaan dengan erat.
            “tenag saja, aku di sini, aku tidak akan membiarkan sesorang menyakitimu. Sekarang pejamkan matamu dan tidurlah…! Ucap Aryaan lembut, ia mengelus lembut punggung Anjali.
            “kau jangan pergi!”
            “aku akan di sini, menemanimu. Sekarang tidurlah!”
            Anjali memjamkan kedua matanya dan tertidur di pelukan Aryaan. Aryaan nampak sangat mengkhawatikan keadaan Anjali. Aryaan khawatir kejadian yang baru dialaminya akan membuat Anjali menjadi Anjali yang kaku dan penuh kesedihan di matanya. Padahal akhir-akhir ini Anjali sudah bisa tersenyum dan melupakan kesedihannya. Berkali- kali Aryaan panjatkan do’a agar apa yang dikhawatirkannya tidak menjadi kenyataan.
@@@
            BECAUSE I LOVE YOU part 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar