BECAUSE I LOVE YOU part 3
Aryaan
membawa perubahan besar bagi hidup Anjali. Sekarang Anjali sudah belajar untuk
tersenyum bahkan tertawa kembali dan melupakan beban di hatinya. Bahkan Aryaan
membuat Anjali merasa lebih hidup.
Bagi Anjali aryaan tidak lagi hanya
pegawainya, Aryaan sudah dianggap sebagai sahabatnya. Oleh sebab itu Anjali
sudah melarang Aryaan memanggilnya dengan sebutan nona ataupun anda. Lambat
laun muncullah rasa nyaman dalam hati Anjali ketika bersama Aryaan, bahkan
Anjali bisa menceritakan kehidupnnya yang tak pernah ia ceritakan pada orang
lain. Seperti saat ini, ketika Anjali dan Aryaan tidak langsung pulang ke rumah
melainkan masih duduk-duduk santai di taman dekat toko Anjali.
“anjali, kau bilang kau tinggal di
rumah milik paman Kiron kerena ayahmu yang menyuruh. Tapi anjali, rumah itu
kurang cocok untukmu. Apalagi sepertinya di sana lingkungannya sepi dan
biasanya rawan criminal.” Seloroh Aryaan.
“iya sich Aryaan, tapi aku belum
mendapatkan izin dari ayahku. Di sini hanya paman Kiron yang ayah kenal. Dan
aku tidak ingin membuatnya khawatir.” Ucap anjali seraya meneguk the hangat
yang tadi dibelinya.
“kau sangat mencintai ayahmu?” Tanya
Aryaan. Dia menoleh kea rah anjali.
“lebih dari hidupku.”sahut Anjali
singkat sambil menoleh kearah aryaan. Sepersekian detik mata mereka beradu.
Buru-buru keduanya mengalihkan pandangannya masin-masing.
Mata anjali menerawang jauh ke langit. Dia
membayangkan wajah ayah yang sangat dicintainya. Dengan bersemangat anjali menceritakan kebersamaan dengan
ayahnya. Aryaan dengan senag hati mendengarkan sambil sesekali merespon
pertanyaan Anjali.
“wow..ayah yang hebat… bagaimana
dengan ibumu?” Tanya Aryaan penasaran.
“ibu?” gumam anjali, raut wajahnya
mulai berubah. Ia mnundukkan kepalanya dan hanya memainkan gelas the di
tangannya.
“kenapa Anjali?” Tanya Aryaan
setelah melihat perubahan raut muka anjali.
“tidak apa-apa” anjali mengusap air
mata yang hendak jatuh ke pipinya. Ia berusaha untuk tetap tersenyum.
“kau menangis? Apa pertanyaanku
menyinggungmu? Kalau pertanyaanku membuatmu sedih kau tak perlu menjawabnya”
aryaan merasa bersalah.
“aku sadar pada akhirnya kau akan
menanyakan ini padaku, Aryaan. Mungkin kalaupun Sonia yang bertanya, aku tidak
akan menjawabnya. Tapi karena kau yang bertanya dan aku percaya padamu maka akan
menjawab pertanyaanmu.” Anjali menghela napas. Ia mencoba untuk menenagkan
dirinya.
“Ayahku adalah seorang tentara
India. Ia adalah tentara yang baik. Aku sangat bangga padanya. Suatu hari
ayahku menolong seorang wanita yang pingsan di tengah jalan dan ayahku langsung
jatuh hati pada wanita itu. Dengan bermodalkan cinta ayahku berani melamar
wanita itu. Sebenarnya wanita itu sudah menolaknya karena merasa dunianya tidak
pantas dengan ayahku. Tapi ayahku berusaha meyakinkan wanita itu dan berjanji
akan membahagiakannya. Akhirnya wanita itu luluh, dia meninggalkan dunianya dan
menikah dengan ayahku.” Mata Anjali menerawang
“hm…happy ending…” seru Aryaan
“ceritanya belum berakhir Aryaan.
Itu masih awalnya. Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga biasanya membwa
kebahagiaan bagi orang tuanya. Tapi tidak bagi ibuku. Tuntutan ekonomi yang
semakin meningkat membuat ibuku itu berubah. Dia sering marah-marah pada ayahku
dan ayahku hanya bisa mengalah. Ayahku sadar bahwa gajinya sebagai tentara
rendahan memang hanya cukup untuk kebutuhan pokok, sedangkan ibuku yang sudah
terbiasa hidup mewah tidak bisa menerimanya. Akhirnya ketika aku masih berumur
4 tahun, dia pergi meninggalkan aku dan ayahku. Dia kembali ke dunianya.
Walaupun ayahku sudah memohon padanya berkali-kali.” Anjali mengakhiri
ceritanya. Sebutir air mata jatuh dari mata indahnya.
“dan kau tahu aryaan, dunia apa yang
tidak bisa ibuku tinggalkan?” anjali menanyakan pertanyaan rhetoric
“dunia malam. Ibuku adalah seorang
wanita penghibur. Bahasa halus dari seorang…pelacur.” Anjali hampir tak kuasa
menyelesaikan kalimatnya
“pelacur?”
“yeah…ibuku seorang wanita
penghibur. Ibuku seorang pelacur Aryaan.” Air mata anjali mengalir deras.
“kenapa kau menangis Anjali? Kau
membencinya?”
“aku tidak bisa membencinya.
Seberapapun aku berusaha untuk membencinya, usahaku tetap saja gagal. Aku
sangat menyayanginya. Tapi rasa sayang ini menyakitiku, Aryaan.” Isak Anjali.
“kau menagis karena itu.?
“tidak, aku bisa menahan rasa
sakitku. Tapi aku tidak bisa menahan ocehan dan cemoohan orang-orang di
sekitarku.”
“tapi orang-orang di sini tidak ada
yang melakukan hal itu Anjali.”
“karena mereka tidak tahu hal itu.
Sejak aku pindah ke sini, aku berjanji tidak akan mengungkit hal itu. Aku tidak
mau menagis lagi. Walaupun tetap saja aku sering menagis.” Anjali mengusap air
matanya dan mencoba untuk tersenyum untuk menguatkan dirinya. Dalam hati,
aryaan ingin memeluk Anjali untuk menguatkannya.
“kau tidak ingin kembali ke India?
Ke kampong halamanmu?”
“aku ingin kembali, tapi aku belum
siap menghadapi omongan masyarakat di sana. Kau tahu Aryaan? Masyarakat kampong
halamanku selau mengatakan aku sama seperti ibuku dan mereka menyangka aku bisa
hidup di sini karena aku melakukan hal yang sama seperti ibuku…. Dan kau?
Apakah setelah kau tahu semua ini, kau akan berpikiran sama seperti mereka?”
“kau memang dilahirkan dari rahim
seorang wanita penghibur. Tapi kau dan ibumu berbeda. Apa yang dilakukan ibumu
bukan tanggung jawabmu. Dan kesalahan ibumu tidak bisa ditimpakan kepadamu.
Anjali, aku minta maaf jika pertanyaanku membuatmu menangis. Aku janji, tidak
akan menanyakan hal itu lagi. Aku juga janji, aku akan membuatmu tidak menangis
lagi dan membuatmu bahagia… sudahlah, aku capek melihatmu sedih…. Sekarang
tersenyumlah…” Aryaan menghapus air mata anjali yang masih tersisa dan tanpa
diminta dua kali anjali langsung menyunggingkan senyumnya.
Malam itu Aryaan dan Anjali
menghabiskan kebersamaan mereka dengan bercanda dan membicarakan diri mereka.
Tak henti-hentinya Anjali dibuat tertawa oleh tingkah Aryaan. Sampai kemudian
jam 12 malam dimana taman mulai sepi. Hanya bunyi hewan malam yang terdengar.
Yeah, orang-orang sudah pergi meninggalkan taman. Hanya mereka berdua yang
tersisa. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
Sebenarnya Aryaan ingin mengantarkan
Anjali namun Anjali lebih memilih pulang sendiri menggunakan Taxi. Untunglah di
malam yang sudah larut masih ada taxi yang masih beroperasi.
“see you tomorrow Aryaan…!!!” anjali
melambaikan tangannya sambil tesenyum dan dibalas juga dengan lambaian tangan
oleh Aryaan dengan senyumnya. Kemudian Anjali langsung memasuki Taxi. 3 detik
kemudian taxi itu sudah pergi meninggalkan Aryaan yang masih memandanginya
sampai hilang dibalik tikungan. Pandangan Aryaan tak bisa lepas dari taxi itu
dan pikirannya tak lepas dari Anjali. Perasaan Aryaan selalu mengatakan bahwa
akan terjadi sesuatu yang buruk pada Anjali namun ia tepis jauh-jauh.
@@@
Taxi Anjali membawanya melintasi
jalan raya yang sudah mulai lengang. Mata anjali menerawang jauh menikmati
sunyinya kota San Fransisco di malam hari.
“kring…” bunyi ponsel sopir taxi itu
berbunyi. setelah menyentuh layar ponselnya ia mulai berbicara melalu handfree.
“apa???” seru sopir taxi itu. Secara
reflex ia menekan rem sehingga membuat Anjali tersentak kaget.
“ada apa pak?”
“maaf nona, istri saya terjatuh di
kamar mandi dan mengalami pendarahan. Sekarang ia harus dilarikan ke rumah
sakit karena harus melahirkan. Dia membutuhkan saya Nona.” Ujar sopir itu
panic.
“oh… I see. Kalau begitu saya turun
di sini saja. Saya mengerti bapak harus
menemani istri anda. Istri anda sangat mebutuhkan Anda sekarang.” Kata Anjali
tenang. Ia menyunggingkan senyumnya untuk memberikan isyarat pada sopir itu
bahwa ia tidak keberatan. Ia ambil uang dari dalam dompetnya dan memberikan
bayaran taxi itu.
“tapi nona…” sopir itu masih merasa
tidak enak.
“tenang saja pak, rumah saya sudah
dekat. Itu rumah saya.” Anjali menunjuk rumah yang berdiri 200 meter dari taxi
itu. Anjali langsung turun dari taxi itu dan berjalan santai menuju rumahnya.
@@@
Sementara itu, pikiran aryaan tetap
tertuju pada Anjali. Hatinya tidak tenang. Perasaanya selalu mengatakan sesuatu
yang buruk akan terjadi pada Anjali. Ia mencoba untuk menepisnya, namun
usahanya sia-sia. Ia tetap saja memikirkan anjali. Akhirnya Aryaan memutuskan
untuk menyusul Anjali untuk memastikan keadaanya. Ia memutar arah dan mengayuh
sepadanya menuju rumah Anjali.
@@@
Jalan menuju rumah anjali sangat
sepi. Jarang sekali kendaraan yang melewatinya. Yeah, karena rumah anjali
memang jauh dari pemukiman warga. Hanya ada semak belukar yang tubuh di kanan
kiri jalan yang semakin terasa gelap karena lampu penerangan yang minim.
Denga santainya anjali melangkahkan
kakinya sambil menyenadungkan lagu rock kesukaannya. Hari ini ia merasa damai
sekali seperti tidak merasakan beban dalam hatinya. Hembusan angin malam
membuat Anjali merasa kedinginan. Ia kancingkan sweeternya dan mendekapkan
tangannya untuk menjaga suhu tubuhnya tetap hangat.
Dari kejauhan terdenga deruman
sepeda motor trill diiringi cekikan gelak tawa mendekat ke arah anjali.
Perasaannya mulai tidak enak. Anjali mulai mepercepat langkahnya agar segera
sampai di rumah.
“sebentar lagi…” gumam Anjali
menyemangati dirinya. Namun sayang, beberapa detik kemudian 2 sepeda motor
sudah tepat berada di depannya. 2 orang laki-laki turun dari sepeda motornya,
sedang satu orang tetap di sepeda motor dengan botol alcohol di tangannya.
“wow, john, nampaknya ada gadis
manis yang butuh pertolongan…” ujar pria yang memakai kaos biru sambil tertawa.
Dengan langkah yang agak sempoyongan kedua pria itu mendekati anjali.
“hei manis, kok malam-malam gini
jalan sendirian?” Tanya pria yang bernama Jhon itu. Ia hendak mencolek pipi
Anjali namun Anjali menepisnya. Kedua pria itu tertawa.
“bolehkah kami mengantar nona?” ujar
pria yang satunya yang dipanggil Alex. Ia melirik nakal pada Anjali.
“maaf tuan saya rasa tidak perlu.
Rumah saya sudah dekat.” Ujar Anjali bersikap tenang. Kemudian ia hendak pergi
namun tangannya ditahan oleh jhon.
“kalau begitu, kita ke rumah nona
untuk bersenang-senang…?” goda Alex. Ia mencolek wajah Anjali. Anjali menepisnya
dan kemudian menamparnya. Jhon tersinggung, matanya nanar. Bob, sang pemimpin
preman-preman itu hanya tertawa dari posisinya melihat Alex yang ditampar oleh
Anjali. Anjali menyadari keadaanya yang sedang terancam. Ia melihat Alex sedang
meringis kesakitan di pipinya. Ia menyadari saat itulah waktu yang tepat untuk
melarikan diri. Ia sikut Jhon yang menahan tangannya sehingga terlepas dan
menendang Alex yang berada di depannya. Segera ia lari sekuat tenaga. Tak
tinggal diam Alex dan Jhon serta Bob mengerjarnya.
“tolong….toloooong….toloooonggg….”
teriak Anjali sekeras-kerasnya. Berharap seseorang datang menolongnya. Anjali
terus berlari sekuat-kuatnya. Namun sayang tenaga Preman-preman itu terlalu
besar sehingga dengan mudah mereka mampu menangkap Anjali dengan mudahnya.
“mau kemana manis?” sergah Alex. Ia
memilintir kedua tangan Anjali ke belakang.
“tolong, jangan sakiti saya. Kalian
boleh mengambil seluruh perhiasan saya, tapi saya mohon jangan sakiti
saya…..saya mohonnn….”Anjali menangis mengiba. Dengan tenaga yang tersisa ia
tetap berusaha untuk melepaskan diri dari Alex. Melihat itu pria-pria itu hanya
tertawa terbahak-bahak.
Bob, sang pemimpin geng itu, yang
sedari tadi diam mendekati Anjali. Tangan kanannya mengakat wajah Anjali dan
menahannya sehingga ia bisa melihat wajah Anjali yang sedang ketakutan. Ia
tersenyum sinis penuh kemenangan.
“kami bukan perampok, jadi kami tidak
butuh perhiasan murahanmu itu. Tapi tenag saja, kami tidak akan menyakitimu.
Kami hanya ingin bersenang- senang denganmu nona…haha….” Bob mengelus pipi
Anjali. Isak tangis Anjali semakin menjadi. Tawa preman-preman itu makin
menjadi.
“haha…sudahlah nona, jangan
menangis, kau juga akan menikmatinya. haha….”
Dan “cuihhhh” ludah Anjali mendarat
tepat di wajah Bob. Pria itu tersinggung dan “plak” sebuah tamparan mendarat di
pipi Anjali. Saking kerasnya tamparan Bob membuat pelintiran Alex terlepas.
Anjali jatuh tersungkur. Darah segar mengalir di sudut bibirnya. Anjali
meringis kesakitan. Bob menjambak rambut Anjali dan menariknya ke belakang
sehingga wajahnya menatap tepat ke arah Bob.
“aku sudah bersikap lembut padamu,
tapi kau menginginkan cara yang kasar ya…. Jhon, Seret dia”
Denga kasar, Jhon menarik rambut
Anjali dan menyeretnya menuju ke semak-semak tak jauh dari pinggir jalan.
Anjali hanya bisa menangis memohon agar dilepaskan. Namun ketiga pria itu hanya
tertawa melihat kesakitan Anjali.
@@@
Seorang pria dengan sepeda mininya
menembus jalan untuk menemui Anjali. Aryaan. Pria itu adalah Aryaan. Pikirannya
tak bisa lepas dari bayangan Anjali. Ia kayuh sepedanya lebih cepat agar bisa
segera sampi ke rumah Anjali untuk memastikan keadaanya baik-baik saja.
Ketika akan sampai ke rumah Anjali,
ia melihat tiga orang pria sedang tertawa terbahak-bahak. Dan terlihat salah satu
dari mereka sedang menyeret sesuatu. Ia penasaran namun ia tepis karena ia
ingin segera sampai ke rumah Anjali. Aryaan terus saja mengayuh. Akan tetapi
hati kecilnya menyuruh dia untuk kembali ke tempat pria-pria itu. Ia memutar
balik sepdanya dan pergi mnuju gerombolan pria-pria tersebut.
“hei, apa yang sedang kalian
lakukan?” Tanya Aryaan penasaran. Ia kaget mengetahui bahwa ternyata pria-pria
itu sedang menyeret seseorang. Namun karena gelap Aryaan tidak tahu siapa
seseorang yang sedang tertelungkup di pasir tanpa daya.
Bob, sebagai pimpinan mendekati
Aryaan.
“hei bung, ini bukan urusanmu. Kami
hanya ingin bersenang-senang. Sekarang kau pergilah.” Ucap Bob sombong. Ia
semburkan asap rokok ke wajah Aryaan. Aryan mencoba menghindar.
Di sisi lain, diantara kesaadran yang
tersisa, sayup-sayup Anjali mendengar suara Aryaan. Ia mencoba dengan sisa-sisa
tenaga yang tersisa berteriak minta tolong, namun suaranya tercekat di
tenggorokan.
“tidak, aku tidak akan pergi sebelum
kalian lepaskan orang itu.” Aryaan masih belum menyadari orang yangs sedang
tertelungkup lemas itu.
“kami tidak akan melepaskan pelacur
yang tidak tahu berterima kasih.” Jawab
bob enteng. “sekarang kau pergilah atau kau akan bernasib sama seperti wanita
ini.” tantang Bob.
“aku tidak akan pergi sebelum
membawa wanita itu. Walaupun dia pelacur, kau tidak berhak memperlakukan dia
seperti itu.” Aryaan hendak melangkah ke arah wanita itu namun Bob menahannya.
‘kalau begitu kau ingin cari masalah
denganku” ucap Bob.
Dan “bukk” sebuah tinju mengarah
tepat ke pelipis Aryaan. Aryaan jatuh tersungkur. Kepalanya pening. Ia
mnyapukan pandangannya ke sekeliling untuk mengontrol dirinya. Dari sudut
matanya ia melihat sebuah tangan dengan sebuah cincin yang sangat ia tahu siapa
pemiliknya. Anjali. Aryaan menyadari bahwa wanita yang sedang preman-preman itu
seret adalah Anjali. Emosi Aryaan memuncak. Ia menghajar Bob, alex dan Jhon
dengan membabi buta. Terjadilah pertarungan Aryaan melawan
preman-preman itu. Dengan kemampuan beladirinya, Aryaan mampu mengalahkan
kawanan preman itu sehingga mereka lari terbirit-birit.
Setelah itu, Aryaan langsung berlari
mendekati Anjali yang sedang tertelungkup di pasir tanpa daya.
“Anjali…” panggil Aryaan seraya ia
balikkan tubuh Anjali sehingga ia bisa melihat wajahnya.
“Aryaan…” sahut Anjali lirih. Tangan
Anjali hendak menyentuh wajah Aryaan namun terjatuh. Anjali pingsan.
@@@
Dengan sisa tenaganya, Aryaan menggendong
Anjali menuju rumahnya. Sepanjang jalan Aryaan mengukuti dirinya karena
membiarkan Anjali pulang larut malam sendirian sehingga Anjali harus mengalami
kejadian buruk. Dengan hati-hati Aryaan membawa Anjali masuk rumah agar paman
Kiron tidak mengetahuinya. Namun sayang, Paman Kiron sedang berada di kursi
depan pintu Anjali dengan Koran menempel di wajahnya yang sedang tertidur.
Aryaan berjalan ke sisi kanan Paman
kiron. Di turunkan kaki Anjali dan menahan badan Anjali dengan tangan kirinya. Aryaan mencoba membuka knop pintu
tapi sayang terkunci rapat. Paman Kiron yang mendengar suara knop pintu
langsung terjaga, ia kaget melihat seorang laki-laki berdiri hendak membuka
pintu rumah yang disewaknnya.
“hei, siapa kamu? Kau mau merampok
ya?” cecar Paman Kiron
“saya Aryaan Paman, saya hanya ingin
mengantarkankan Anjali. Dia sedang sakit.” Jawab Aryaan ramah. Paman Kiron
mendekati Anjali dan memperhatikannya dengan sinis
“hei Anjali, bangu! Aku tahu kau
hanya berpura-pura sakit agar tidak bayar uang sewa hari ini kan? kau sudah
terlambat satu hari. Aku butuh uang sekarang. Kau tahu aku menuggumu dari tadi
sore. Anjali…. bangun” Paman Kiron menggoncang-goncangkan tubuh Anjali dengan
kasar.
Melihat hal itu emosi Aryaan kembali memuncak.
Wajahnya merah padam. Tangannya mengepal. Dengan beringas ia tarik kerah baju
Paman Kiron dan memelintirnya hingga pria tua itu tercekik dan mengangkatnya ke
atas. Pelan namun pasti kaki paman kiron tidak lagi berada di tanah.
“hei turunkan aku!!!” pinta Paman
Kiron terbata-bata. Napasnya tersengal-sengal. Ia nampak ketakutan sekali.
“ayah Anjali menitipkana Anjali ke
Paman untuk Paman jaga, bukan untuk Paman marahi jika ia terlambat bayar sewa.
Kalau Ayah Anjali tahu, beliau pasti
akan membunuh Paman. Paman hanya tahu bagaimana cara menagih uang sewa pada
Anjali, tapi Paman tidak sekalipun mendengar ketika Anjali butuh pertolongan.
Apa Paman tahu kalau Anjali hampir kehilangan kehormatannya???” bentak Aryaan geram.
“kalau sampai terjadi sesuatu pada
Anjali, aku akan membunuhmu…” Aryaan mengencangkan cekikannya. Sehingga membuat
Paman Kiron semkain kesulitan bernapas. Keringat dingin mulai bercucuran dari
wajah Paman Kiron.
“ampun… aamppuun… tolong turunkan
saya!!! Jangan bunuh saya, saya masih ingin hidup.” Ucap Paman Kiron mengiba. Suaranya
terbata-bata. Nampak sekali ia berusaha mengeluarkan suara di tengah usahanya
untuk tetap bernapas.
“brukk” Aryaan melepaskan cekikannya
sehingga membuat Paman Kiron jatuh tersnungkur. Paman kiron yang sedari tadi
kekurangan oksigen terbatuk-batuk untuk menyeimbangkan oksigen dalam tubuhnya.
“sekarang, buka pintu ini cepaat!!!!”
hardik Aryaan dengan emosi.
Dengan gemetaran Paman Kiron membuka
pintu rumah Anjali dan langsung lari terbirit-birit menuju rumahnya, Aryaan
menggendong kembali anjali dan membawanya masuk. Kemudian menidurkannya anjali
di kasurnya.
@@@
Dengan telaten Aryaan merawat Anjali. Ia bersihkan
luka-luka di tangan dak kaki anjali serta di wajahnya dengan air hangat. Di
sudut bibirnya terlihat bekas kebiruan.Aryaan memandang lembut wajah anjali,
nampak jelas dari wajahnya terlihat bahwa anjali telah mengalami hal yang
buruk. Aryaan mengusap lembut tangan Anjali dan menciuminya.
“Anjali, ku mohon sadarlah!” bisik
Aryaan lembut. Timbula ras apemnyesalan Aryaan, mengapa ia tidak memaksa untuk
mengantarkan Anjali pulang, aryaan masih belum bisa memaafkan dirinya. Tak
terasa sebutir air mata Aryaan jatuh dan negalir mebasahi tangan Anjali. Mata
Anjali mulai terbuka. Ia nampak histeris ketika melihat Aryaan berada di
sampingnya.
“ku mohon jangan sakiti saya, jangan
sakiti saya…!!! Teriak Anjali ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat. Ia menjuhi
Aryaan ke pojok tempat tidur.
“Anjali, ini aku Aryaan… aku tidak
akan menyakitimu…” ujar Aryaan mencoba menenangkan Anjali.
“pergi…pergi…” teriak Anjali. Ia
melemparkan benda-benda di dekatnya ke arah Aryaan. Aryaan mendekati Anjali,
meraih tangannya dan menahannya dengan kuat. Anjali meronta-ronta histeris.
“ Anjali, lihat aku… lihat aku.. aku
Aryaan… lihat mataku!!!” kata Aryaan dengan nada agak keras. Dengan ketakutan
Anjali mulai mengarahkan wajanhya pada Aryaan.
“aku Aryaan Anjali, aku tidak akan
menyakitimu…” ucap Aryaan lembut. Anjali mulai tenang, ia menyadari bahwa orang
di hadapannya adalah Aryaan, bukan berandalan tadi. Tangis Anjali mulai pecah. Aryaan langsung
memeluk Anjali.
“aku takut Aryaan, aku takuut….”
Isak Anjali. Ia memeluk Aryaan dengan erat.
“tenag saja, aku di sini, aku tidak
akan membiarkan sesorang menyakitimu. Sekarang pejamkan matamu dan tidurlah…!
Ucap Aryaan lembut, ia mengelus lembut punggung Anjali.
“kau jangan pergi!”
“aku akan di sini, menemanimu.
Sekarang tidurlah!”
Anjali memjamkan kedua matanya dan
tertidur di pelukan Aryaan. Aryaan nampak sangat mengkhawatikan keadaan Anjali.
Aryaan khawatir kejadian yang baru dialaminya akan membuat Anjali menjadi
Anjali yang kaku dan penuh kesedihan di matanya. Padahal akhir-akhir ini Anjali
sudah bisa tersenyum dan melupakan kesedihannya. Berkali- kali Aryaan panjatkan
do’a agar apa yang dikhawatirkannya tidak menjadi kenyataan.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar