BECAUSE I LOVE YOU part 5
Seluruh
India berduka. Rakyat India berbondong-bondong
berkumpul di luar istana untuk memberikan penghormatan terakhir kepada putra
mahkota mereka, Pangeran Rohan Armaan Raichand. Prosesi pneghormatan terakhir
bisa mereka saksikan dari layar-layar besar yang disediakan oleh Istana. bahkan
banyak statisiun televise dalam maupun luar India berlomba-lomab menyiarkan
secara langsung prosesi penghormatan terakhir pada pangeran Rohan.
Di depan kuil Istana, seluruh
penghuni istana, para bangsawan, para duta besar dan beberapa kepala Negara
sahabat berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir untuk mendiang
pangeran Rohan. Raja Yash, Ratu Nandini dan Putri Seeta sangat terpukul. Namun
mereka masih bisa mengasai diri sehingga masih bisa bersikap tegar. Akan
tetapi, Putri Pooja terlihat tak mampu menguasai dirinya. Di satu sisi ia harus
kuat karena ia adalah seorang Tuan Putri namun disisi yang lain perasaannya sebagai seorang istri tidak
bisa ia tahan. Berkali-kali ia harus menghapus airmatanya dan bahkan
berkali-kali pingsan.
Setelah pendeta membacakan do’a, ia
mempersilahkan raja Yash untuk
membakar jenazah pangeran rohan. Namun Ratu nandini menghalangi tangannya.
“Yang mulia, Pangeran Rohan sangat
menyayangi Pangeran Rahul. Saya yakin, Pangeran Rohan pasti menginginkan
Pangeran Rahul ada di sini untuk mengantarkannya pergi…” Ratu Nandini terlihat
memohon. Ia memandang sendu Raja Yash
“Rahul tidak akan datang…” Ucap Raja
ayah singkat. Ia hendak menyulutkan obor di tangannya ke tumpukan kayu yang
akan membakar Rohan. Namun sebuah langkah kaki menghentikannya. Semua mata
tertuju pada Rahul. mereka heran karena beberapa bulan sebelumnya menghilang.
Akan tetapi mereka tetap menghormatinya karena dia adalah calon putra mahkota
kerajaan india yang baru.
Langkah demi langkah Rahul melewati setiap tatapan mata penuh heran dan
suara-suara bisikan heran dari seluruh orang yang berada di kuil itu, Andai
saja ia bukan seoarang pangeran dan tidak ada peraturan protokoler yang
mengaturnya, ia akan langsung berlari dan langsung memeluk adiknya yang sudah
terbujur kaku tak bernyawa di atas kayu yang akan membakarnya. Namun,
kenyataannya, ia adalah seorang pangeran. Ada tatkrama yang harus ia ikuti bahkan ia harus menahan perasaannya.
Dengan menahan air matanya, Rahul
mengecup kening Rohan dengan lembut.
“selamat jalan adikku, Tuhan lebih
menyayangimu…!” bisik rahul
ditelinga Rohan. sebutir air matanya jatuh namaun ia langsung menghapusnya.
Rahul menedekati Raja Yash dan
langsung memegang tangan Raja Yash. (seperti adegan di KKKG pas Rahul Rohan dan
Yash memebakar jenazah neneknya itu…)
@@@
“Mengapa Rohan harus pergi secepat ini Rahul?” Isak Ratu Nandini
dipelukan Rahul. Ia
tumpahakan airmatanya yang selama dua hari ini ia tahan. Rahul hanya mengelus
punggung ratu nandidni untuk menenangkannya. Putri Seeta pun ikut mencoba menenangkan Ratu
Nandini. Namun pada
akhirnya Putri seeta juga tak bisa menyembunyikan kesedihannya dan rasa kehilanganya atas kepergian Rohan.
kedua ibupun akhirnya menangis meratapi kepergian salah seorang putranya di
pelukan Rahul.
“sudahlah ibu, jangan menangis,
Biarkanlah Rohan pergi dengan tenang. Ibu harus kuat. Istana ini memerlukan
Ratu yang kuat untuk meredakan konsdisi istana yang sakarang sedang
mengkhwatirkan setelah kepergian Rohan.” Rahul mengelus pelan punggung kedua
ibunya.
“Ibu
tahu, Rahul, tapi
kami adalah seorang ibu.” isakan kedua ibu itu semakin menjadi. Rahul diam. Ia
tidak tahu harus berkata apa dan berbuat apa. Karena ia tahu seberapa besar
kedua ibu itu menyayangi Rohan.
Setelah beberapa saat tangis kedua
ibu itupun pelan-pelan mereda.
“Ibu, aku tahu ibu adalah wanita
yang kuat. Ibu bisa mengahadapi semua ini. Istana ini membutuhkan Ibu. Tapi di
sini, di istana ini ada seseorang yang sangat membutuhkan ibu.”
“siapa?” sahut kedua ibu hampir
bersamaan
“Pooja. aku lihat dia sangat terpukul
sekali.”
“ya, kau benar. Kasihan sekali dia.
Belum dua tahun ia menikah tapi sekarang ia harus menjadi janda. Ibu tahu
bagaimana perasaannya sekarang. Dia pasti sangat sedih.” ucap Putri Seeta
“sekarang Pooja membutuhkan
orang-orang yang bisa menguatkannya. Dan yang bisa melakukan hal itu hanyalah
Ibu. Aku mohon pada Ibu, Jangan anggap Pooja sebagai menantu. Anggap dia adalah
Putri Ibu sendiri. Jangan biarkan dia merasa sendirian dan merasa terasing di
Istana ini karena statusnya sekarang.” Rahul mengusap airmata kedua ibu itu
bergantian.
Tiba-tiba seorang pelayan mengetuk
pintu.
“Ampun yana mulia.” Ucap salima
setelah memberi hormat
“ada apa salima?” tanya Ratu Nandini
“saya mendapat pesan dari pengawal raja Yash. Raja Yash meminta
pengeran Rahul untuk ke Balai agung istana untuk menemani Raja Yash menemui
para kepala Negara dan duta-duta besar negera sahabat yang ingin berbela
sungkawa.” Jawab Salima penuh hormat
“Terima kasih Salima, sekarang kau
boleh pergi.” Ujar Rahul.
@@@
Satu minngu kemudian masa berkabung Kerajaan India
berakhir. Itu tandanya Rahul akan dinobatkan secara resmi menjadi Putra Mahkota
Kerajaan India. Warga India menyambut penobatan itu dengan suka cita.
“sejak saat ini, kau telah resmi
menjadi Putra makota kerjaan india ini. Laksanakanlah tugasmu dengan baik. Ini
adalah amanah dari Rakyat India.” Raja Yash memberikan sebuah kotak berlapis
perak pada Rahul yang berlutut dihadapnnya.
“Terima kasih yang mulia. Hamba akan
berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan amanat ini.” Ujar Rahul seraya
menyentuh kaki Raja Yash.
“Semoga Tuhan memberkatimu dan
semoga kau panjang umur.” Raja Yash membangunkan Rahul. Semua petinngi Istana
beserta tamu-tamu yang berasal dari duta besar bertepuk tangan menyambut Putra
Mahkota yang baru. Rahul melambaikan tangan dengan senyum menawan kearah kamera
TV yang meliput secara Live peristiwa penobatan itu ke seluruh penjuru
India. Akan tetapi dibalik senyum yang ia sungggingkan tersimpan sebuah kepedihan.
Kesedihan harus berpisah dengan Rohan, Kerinduan pada wanita yang dicintainya, dan rasa benci dengan status
yang ia sandang sekarang. Status yang tak ia inginkan, karena dengan status itu
kesempatan untuk bersama orang yang dicintinya akan pudar.
“Apa kabar kau Anjali? Apakah kau
baik-baik saja? Maafkan aku!” bisik Rahul dalam hati
@@@
Sementara itu, Anjali sedang
termenung di taman kota dekat tokonya. Ia memikirkan Aryaan yang 2 minggu pergi
tanpa meninggalkan pesan.
Sudah ribuan kali ia menelpon Aryaan, namun tetap saja suara operator yang
menjawabnya. Dan sudah berkali-kali Aryaan ke apartement Aryaan, namun yang ia temui hanya tetangga apartmennya
yang menyatakan bahwa aryaan sudah kembali ke India dengan tergesa-gesa. Anjali
bimbang. Haruskah ia ke India? tempat yang tak ingin lagi ia kunjungi hanya
untuk mencari Aryaan?
“Aryaan? kemana kau? aku
merindukanmu? kenapa kau pergi begitu saja? Apa kau marah padaku?” gumam
Anjali. butiran bening mulai mengalir dari kedua matanya.
Sekilas, Anjali menlihat sepasang
kekasih yang sedang bergurau tak jauh darinya. Rasa Rindunya pada Aryaan muncul
dan semakin membesar.
“Aku rindu kamu, Aryaan. kalau kau
sudah tak ingin lagi menemuiku, maka aku yang akan menemuimu” Tekad Anjali
sudah bulat. Ia memutuskan untuk kembali ke India.
@@@
Desa ini masih saja tidak berubah.
Sama seperti 10 tahun yang lalu, saat Anjali meninggakannya, kumuh. Sambil
berjalan melewati gang-gang sempit, Anjali berpikir mengapa ayahnya tidak ingin
pindah ke San Fransisco dan tinggal bersamanya. Kota yang lebih layak. Di
sepanjang jalan, orang-orang terlihat kaget melihat kepulangan Anjali dan
memandang sinis. Anjali hanya tesenyum datar melihat perlakuan mereka
terhadapnya. Ia sudah tak ambil pusing dengan perlakuan mereka. Satu hal yang ia
inginkan, yaitu agar ia segera samapai ke rumahnya.
Keringat mulai bercucuran dari
kening Anjali. Namun rasa lelahnya terbayar ketika ia berdiri di depan sebuah
rumah bercat hijau muda dengan tanaman-tanaman hias yang terawat rapi. Terlihat
ayah Anjali, Om Sharma, yang mulai renta sibuk menyiram tanaman.
“ayah…!” panggil Anjali Ayah Anjali
terkejut, sampai-sampai ia tak sadar selang air yang ia pegang terjatuh.
“Anjali, kaukah itu nak?” terdengar
sedikit ragu. Om Sharma meperbaiki letak kacamatnya yang sedikit melorot. Ia
masih memicingkan matanya untuk memastikan bahwa gadis yang di hadapannya
adalah Anjali.
Anjali tersenyum haru, Ia langsung
menubruk ayahnya dan memeluknya.
“kau kembali nak” bisik Om Sharma
diteling Anjali. Anjali mengagguk terharu. Kalimat yang diucapkan Om Sharma
bukanlah hanya kalimat yang mengungkapkan Anjali telah kembali. Namun ungkapan
tak percaya karena Anjali telah kembali ke India, Negara yang sudah sepuluh
tahun ia tinggalkan. Negara yang sudah ia sumpahi tak akan ia injak lagi.
“Apa yang membuat Anjali melanggar
sumpahnya sehingga ia kembali ke India?” pertanyaan besar itu muncul dalam
benak Om Sharma di tengah rasa bahagianya ANjali telah kembali.
@@@
“Kau kembali ke India hanya untuk
mencari pria yang bernama Aryaan?” Tanya Om kecewa. Anjali mengangguk lemah.
“Siapa pria itu samapai kau rela
melanggar janjimu?” Lanjut Om
“Dia adalah pria yang sangat aku
cintai. Dia kekasihku, ayah.” sahut Anjali lemah. Ia memandang Ayahnya.
“Cinta, kekasih? jadi kau kembali ke
India untuk orang yang kau cintai?” Mata Om berubah menjadi berbinar. Anjali
mengagguk.
Om Sharma sangat senang mendengar
penuturan Anjali bahwa ia telah mencintai seseorang. Itu tandanya bahwa Anjali
telah siap untuk menikah, hal yang sangat ia inginkan sebagai seorang ayah.
“Kalau begitu, ayo kita cari
Aryaanmu itu!” seru Om bersemangat
“Masalahnya aku tidak tahu Aryaan
tinggal dimana. Ia hanya menyebutkan tempat tinggalnya di San Fransisco. Dia
tidak menyebutkan alamatnya di India.” papar Anjali. wajah Ayahnya berubah
kecewa. sejenak keduanya terdiam larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba
ayah Anjali melihat sebuah buku telepon tergeletak di samping pesawat telepon
di atas meja di sampingnya. Ide brilian muncuil.
“aha…kenapa kau tidak telpon saja
dia.” Om mengacungkan buku 2 kali kamus oxford.
“ya, kau benar ayah.” anjali
tersenyum girang. mata kedua ayah dan anak itu pun berbinar.
walaupun hanya beberapa jam Anjali
berada di India, namun Om Sharma telah melihat sebuah perubahan besar dalam
diri Anjali. Dia bukanlah Anjali yang 6 bulan lalu ia temui di San Fransisco.
Ia seperti Anjali 20 tahun yang lalu. gadis periang yang penuh semangat.
@@@
Sudah dua hari Anjali berada di
India, namun yang dilakukannya hanya berada di depan pesawat telepon dan layar
laptopnya. Tangan kanannya sibuk menekan tombol telpon rumah dan sesekali
membolak-balikkan lembar demi lembar buku telpon yang 2 kali lebih tebal dari
kamus Oxford. Sedang tangan kirinya tak lepas dari gagang telpon. Ia berkali-kali
terlibat sebuah percakapan dangan orang di seberang telepon, namun percakapan
itu hanya berakhir dengan kekecewaan di wajah Anjali.
“maaf nona, saya rasa Aryaan yang
nona maksud bukan keluarga kami” suara itu terdengar iba.
“kalau begitu terima kasih nyonya.”
hubungan telepon terputus. gurat kecewa sanagt terlihat dari wajah Anjali.
bagaimana tidak, itu adalah nomor terakhir yang terdapat di halaman akhir buku
telepon yang mempunyai nama keluarga R.
Anjali mengehela napas lembut.
“Aku merindukanmu, Aryaan.” Ia
kembali sibuk dengan laptopnya. Ia mengirimi teman-temannya yang berada di San Fransisco
ataupun di India untuk menanyakan keberadaan Aryaan. Namun sayang, jawaban
mereka sama. Mereka tidak menemukan Aryaan. Saking sibuknya, Anjali sampai tidak
menyadari bahwa ayahnya telah duduk di sampingnya.
“Bagaimana? kau sudah menemukan
Aryaanmu putriku?” Om menyentuh bahu Anjali lembut.
“Ayah,,, kau mengagetkanku.” seru
Anjali manja.
“maaf,,, ayah kau piker kau sudah
tahu kalau ayah dari tadi memeprhatikanmu.” tutur Om lembut.
“kau sudah menemukan Aryaanmu?”
lanjut Om. Anjali menggeleng lemah.
“aku sudah menelpon sumua nomor yang
mepunyai nama keluarga R sesuai dengan inisial yang selalu Aryaan cantumkan.
tapi sayang semua keluarga itu tidak tahu tentang Aryaan yang ku maksud.” Wajah
Anjali cemberut. dagunya ia topangka
pada tangan kanannya.
“kau yakin sudah menelpon semua
keluarga yang berwalan R?” Om mengelus lembut rambut Anjali.
“sudah Ayah, Rai, Rana, Roshan,…..” satu persatu Anjali
menyebutkan semua nama keluarga yang sudah ia telpon yang berwalan R. Sedang
ayahnya memprhatikan dengan seksama.
“Raichand? kau belum menelpon
keluarga itu?” sela Om. Anjali melotot.
“Come on, Ayah. Aryaan itu
pegawaiku. tidak mungkin Aryaan itu keluarga Raichand. Mana mungkin seorang
bangasawan bekerja di tokoku.” Anjali berpura-pura cemberut namun sesaat kemudian ia tersenyum.
“haha… maaf…” Om hanya mengaruk
kepalanya yang tidak gatal.
Anjali kembali sibuk dengan
laptopnya. Om hanya memperhatikannya sambil mengelus lembut rambut Anjali yang terurai. Dalam benak Om muncul banyak
pertanyaan terkait Aryaan, pria yang sudah membuat Anjali kembali ke India.
“Kau mencintai Aryaan putriku?”
Tanya Om pelan. Anjali menoleh.
“Aku sangat mencintainya.” Anjali
tersenyum pada ayahnya.
“Apakah Aryaan juga mencintaimu?”
“Aryaan mencintaiku ayah, dia sangat
mencintaiku, bahkan lebih dari hidupnya. Dan aku tidak meragukan cintanya
terhadapku.”
“Tapi kenapa dia meningglakamu.
sampai-sampai kau kembali ke India hanya untuk menemuinya.?” Tanya Om. Mata
Anjali berkaca-kaca.
“Dia tidak meninggalkanku. Dia hanya
menghilang. Aku yakin sekarang dia menghilang dari sisiku karena dia mempunyai
alasan kuat untuk itu. mungkin saja di ingin aku menjadi gadis yang kuat”
Anjali tak mampu membendung air matanya. Ia terisak di pelukan ayahnya.
“Tapi ini salahku ayah…. aku terlalu
bahagia dengannya sampai-samapi aku tidak punya waktu untuk mengetahui dia
secara mendalam. siapa dia? dimana dia tinggal? dan siapa keluarganya… aku
menyesal ayah…dia banyak tahu tentang diriku, tapi aku tidak tahu tentang
dirinya… Dia adalah Pria yang baik ayah…” Anjali menceritakan tentang Aryaan
panjang lebar kepada Ayahnya. Om hanya bisa diam mendengar cerita semata
wayangnya. sekarang ia mengerti seberapa besar Anjali mencintai Aryaan.
“hm…aku sekarang menangis
lagi…padahal aku sudah janji aku tidak akan menangis lagi…” ucap Anjali manaj.
Anjali menertawakan dirinya sambil mengahpus air matanya.
“ tidak apa-apa… kadang seseorang
butuh untuk menangis untuk melegakan hatinya.” Om mengecup kening Anjali
“ lalu sekarang apa yang akan kau
lakukan?”Lanjut Om
“ Aku akan menyebarkan
pamphlet, menyebarkan informasi di radio
atau melalui pesan lewat Neelam show…” Anjali nyengir.
“ah..kau ini…masih saja kau menyukai
program televise itu” keduanya tertawa..
@@@
Sementara itu, setelah resmi
diangkat menjadi putra mahkota kerajaan india, Rahul berhak menempati ruang
kerja yang sebelumnya ditempati Rohan. Ruangan putra mahkota bernuansa India
klasik yang mebuatnya terkesan megah dengan nuansa emas dimana-mana menambahkan
kesan megah ruangan itu. Penataan ruangan Putra mahkota sangat mencirikan
karakter Rohan yang sangat menyukai seni. Terdapat banyak lukisan,
patung-patung, dll yang menambah keindahan ruangan itu.
“Ampun Rajkumaar, Apakah anda
menyukai ruangan ini? atau anda ingin mengubahnya?” Tanya Karan. Karan yang dulunya pengawal pribadi rohan kini
diberi tugas untuk menjadi pengawal pribadi Rahul.
“tidak usah Karan, aku sangat
menyukai ruangan ini. Dan katakana pada pelayang yang mengurus ruangan ini
untuk tidak mengubah detail ruangan ini…ruangan ini membuatku merasakan bahwa
Rohan masih ada di sini.” Rahul menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan.
Ia sentuh satu persatu patung-patung antic peninggalan Rohan yang berada di meja kerja.
“Rajkumaar…”panggil Karan lemah.
“sekarang kau boleh pergi…” Rahul
menatap sebuah potret rohan di
lukisan berukuran besar yang berada tepat di belakang kursi kerja.
“Rajkumaar, maaf. boleh saya
mengatakan sesuatu?” Ucap Karan agak segan. Rahul menoleh.
“ya… katakanlah”
“saya tidak tahu apakah ini waktu
yang tepat atau bukan untuk mengatakan hal ini kepada anda. Tapi selama anda
tidak berada di Istana Pangeran Rohan sering menulis surat untuk anda. Walaupun
tidak pernah beliau kirimkan karena beliau tidak mengetahui alamat
anda.” papar Karan penuh hormat
“ lalu dimana surat itu Karan?”
Setelah member hormat, Karan
berjalan menuju salah satu lemari di dekat jendela dan mengambil sebuah kotak
yang terdapat di salah satu laci lemari itu.
“Pangeran Rohan menulis surat ini
ketika beliau sendirian dan membutuhkan seseorang untuk mendengarkan keluh
kesahnya.” Karan menyodorkan sebuah kotak yang terdapat foto Rahul dan Rohan di
tutup kotaknya.
@@@
Setelah kepergian Karan, Rahul
membuka kotak surat Rohan dan membaca surat Rohan satu persatu. Rahul tidak
bisa menyembunyikan kesedihannya.
Tanggal 7 Februari 2013
Sebenarnya Aku tidak tahu kemana surat ini akan
aku kirimkan. Kau jahat kak, masa kau tidak memberitahuku dimana kamu tinggal.
Apakah kau sudah sangat bahagia dengan orang yang kau cintai dan melupakan aku.
Aku sudah lelah dengan semua ini.
Aku lelah berpura-pura. Aku juga ingin
pergi jauh, sampai tidak seorangpun yang mengenaliku.
Tanggal 3 Maret 2013
Aku tidak pernah merasa sebegitu bersalah pada
Pooja. Dia sakit. Dan itu semua karena aku. Dia berpuasa karvachout.
Tapi aku malah mengabaikannya. Aku pergi sampai malam dan Pooja menungguku sampai malam agar dia bisa makan dari tanganku. Ketika aku datang dia
sudah pucat, tapi dia masih sempat mendoakan untuk kebaikanku. Lalu di
paingsan. Aku merasa sangat bersalah sekali padanya. Aku tidak tahu hati pooja
terbuat dari apa. mengapa dia tetap peduli padaku padahal selama ini aku selalu
mengabaikannya dan tak pernah mempedulikan keberadaanya.
Aku
tidak pernah melihat Pooja selemah itu. Entah kenapa dalam hatiku ada rasa aku
takut dia pergi.
Tanggal
21 Juli 2013
Kakak.. dalam kunjunganku
ke Inggris, aku bertemu Emiliy. Iba-tiba saja Dia menyuruhku untuk mengutarakan
perasaanku pada Pooja. Perasaan? Perasaan apa? Apakah aku punya perasaan untuk
Pooja? Bukankah gadis yang aku cintai adalah Tina? Bukan Pooja. Tapi kalau
boleh jujur, akhr-akhir ini aku merasa sangat nyaman berada di sisi Pooja.
Kemanjaannya dan tingkah nakalnya membuatku selalu merindukannya. Aku bingung
kakak... Apakah benar kata Emiliy bahwa aku sebenarnya sudah mulai mencintai
Pooja? seandainya kau ada di sini kau akan mampu menguatkanku dan mendukungku
serta menghilangkan kebingunganku.
Kakak,
aku rindu kamu.
Tanggal 21 Juli 2013
AKU MENCINTAIMU, POOJA.
AKU SANGAT MENCINTAIMU.
Huft..
mengapa kalimat itu susah sekali aku ungkapkan pada Pooja. Sampai kapan aku
harus memendam rasa ini untuk Pooja. Sampai kapan? Aku takut aku tak sempat
mengutarakan perasaanku padanya.
Kakak, entah kenapa akhir-akhir ini aku merasa
aku akan pergi jauh dan tak akan kembali. Aku takut aku tak bisa menemuimu
lagi. Kakak, pulanglah. Aku merindukanmu. Aku akan selalu menunggumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar